Bagi kalangan pelajar atau mereka
yang gemar menimba atau mencari ilmu dan meningkatkan pengetahuan ; Museum
termasuk obyek wisata yang lebih disukai daripada tempat wisata yang hanya
menyuguhkan keindahan alam atau suatu permainan.
Kali ini aku postingkan tulisanku
tentang Museum…dan tentunya adalah museum-museum di Indonesia yang pernah aku
kunjungi sewaktu berwisata disuatu tempat atau kota ( he he he….karena
kadangkala aku lebih dibuat terkesima dan lebih kerasan ( pingin berlama-lama
), sehingga butuh waktu lebih lama untuk menikmati apa yang disuguhkan di
Museum daripada berwisata di obyek wisata yang menawarkan keindahan alam atau
permainan ).
Gedung
Sate Bandung
Tempat
yang anda wajib kunjungi apabila anda mengunjungi Kota Bandung, tentu saja
adalah ikon dari kota kembang ini! Gedung Sate, siapa pun pasti tahu tempat
bersejarah yang terletak di pusat Kota Bandung ini. Gedung Sate yang juga
menjadi kantor pemerintahan Gubernur Jawa Barat memiliki daya tarik tersendiri
sehingga hampir semua wisatawan yang datang ke Kota Bandung dipastikan berpose
di depan gedung ini. Pesona Gedung Sate memang terlalu sayang apabila
dilewatkan, karena selain indah, gedung ini merupakan salah satu bangunan top
arsitektur Indonesia. Selain itu, daya tarik sejarah yang terekam di setiap
sudut gedung itu bisa menjadi suatu pengalaman wisata sejarah bagi siapa saja
yang masuk ke dalamnya.
Dahulu, Gedung Sate dirancang oleh arsitek Belanda Ir. J. Gerber dari Jawatan Gedung-gedung Negara (landsgebouwendients), dibantu oleh sebuah tim yang terdiri dari: Kol. Genie (Purn.) V.L. Slor dari Genie Militair, Ir. E.H. De Roo dan Ir. G. Hendriks yang mewakili Burgerlijke Openbare Werken (B.O.W) atau DPU sekarang dan Gemeentelijk Bouwbedriff (Perusahaan bangunan Kotapraja) Bandung. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nona Johanna Catherina Coops, putri sulung Walikota Bandung B. Coops yang didampingi Nona Petronella Roeslofsen yang mewakili Gubernur Jenderal di Batavia pada tanggal 27 Juli 1920.
Bangunan yang selesai dibangun pada 1942 ini dinamakan Gedung Sate karena sebuah ornamen yang terlihat seperti tusuk sate di puncak menara utamanya. Mengadopsi gaya arsitektur era Renaissance Italia, Gedung Sate dinilai memiliki rancangan yang beda dari yang lain pada zamannya. Misalnya saja, pada bagian tengah terdapat menara bertingkat yang mirip dengan atap meru atau pagoda yang jarang dijumpai pada bangunan lain ketika itu. Seperti gedung-gedung lain yang dibangun pada masa itu, Gedung Sate juga memiliki sifat-sifat simetris, dimana sayap kiri dan sayap kanan Gedung Sate sama persis. Ornamen-ornamen yang menghiasi gedung ini juga sangat berciri era Renaissance Italia yang terlihat pada lengkung-lengkungnya yang teratur dan berulang-ulang, jendela-jendela berukuran besar, serta atapnya yang menjulang tinggi.
Dahulu, Gedung Sate dirancang oleh arsitek Belanda Ir. J. Gerber dari Jawatan Gedung-gedung Negara (landsgebouwendients), dibantu oleh sebuah tim yang terdiri dari: Kol. Genie (Purn.) V.L. Slor dari Genie Militair, Ir. E.H. De Roo dan Ir. G. Hendriks yang mewakili Burgerlijke Openbare Werken (B.O.W) atau DPU sekarang dan Gemeentelijk Bouwbedriff (Perusahaan bangunan Kotapraja) Bandung. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nona Johanna Catherina Coops, putri sulung Walikota Bandung B. Coops yang didampingi Nona Petronella Roeslofsen yang mewakili Gubernur Jenderal di Batavia pada tanggal 27 Juli 1920.
Bangunan yang selesai dibangun pada 1942 ini dinamakan Gedung Sate karena sebuah ornamen yang terlihat seperti tusuk sate di puncak menara utamanya. Mengadopsi gaya arsitektur era Renaissance Italia, Gedung Sate dinilai memiliki rancangan yang beda dari yang lain pada zamannya. Misalnya saja, pada bagian tengah terdapat menara bertingkat yang mirip dengan atap meru atau pagoda yang jarang dijumpai pada bangunan lain ketika itu. Seperti gedung-gedung lain yang dibangun pada masa itu, Gedung Sate juga memiliki sifat-sifat simetris, dimana sayap kiri dan sayap kanan Gedung Sate sama persis. Ornamen-ornamen yang menghiasi gedung ini juga sangat berciri era Renaissance Italia yang terlihat pada lengkung-lengkungnya yang teratur dan berulang-ulang, jendela-jendela berukuran besar, serta atapnya yang menjulang tinggi.
Museum
Barli
Dalam perkembangannya, museum ini
telah banyak pula memberi andil besar serta meningkatkan rasa cinta tanah air
dan perkembangan seni budaya. Aneka ragam kegiatan yang diselenggarakan dalam
ruang-ruang khusus, seperti: pameran karya seni rupa (dalam ruang pameran)
karya –karya seni rupa kontemporer, penjualan karya pameran, diskusi, saresehan
kesenirupaan dengan tema-tema beragam: sosial, budaya, ekonomi, dan IPTEK
(ruang diskusi), penjualan kriya, souvenir, merchandise galeri, workshop dan
pelatihan studio keramik dan lukis (ruang pelatihan), penerbitan berita-berita
acara dan pendokumentasian.
Berdirinya Museum Barli juga memperlihatkan perkembangan gaya seni lukis seorang Barli, sebagai anggota “Kelompok Lima Bandung” (bersama Affandi, Hendra Gunawan, Wahdi, dan Sudarso) dari masa ke masa, mulai dari aliran realisme, dari masa awal langkah Barli sebagai pelukis, impersionisme dan ekspresionisme.
Museum
Geologi
Keberadaan Museum Geologi berkaitan
erat dengan sejarah penyelidikan geologi dan tambang di wilayah Nusantara yang
dimulai sejak pertengahan abad ke-17 oleh ahli geologi dari Eropa. Setelah di
Eropa terjadi revolusi industri pada pertengahan abad ke-18, mereka sangat
membutuhkan bahan tambang sebagai bahan dasar industri. Pemerintah Belanda
sadar akan pentingnya penguasaan bahan galian di wilayah Nusantara. Dengan
jalan itu diharapkan perkembangan industri di Negeri Belanda dapat ditunjang.
Maka dibentuklah Dienst van het Mijnwezen pada tahun 1850. Kelembagaan ini
berganti nama jadi Dienst van den Mijnbouw pada tahun 1922, yang bertugas
melakukan penyelidikan geologi dan sumberdaya mineral. Hasil penyelidikan yang
berupa contoh-contoh batuan, mineral, fosil , laporan dan peta memerlukan tempat
untuk penganalisaan dan penyimpanan, sehingga pada tahun 1928 Dienst van den
Mijnbouw membangun gedung di Rembrandt Straat Bandung.
Buka Setiap hari dari pukul 9.00 sampai Pukul 15.00 Kecuali Hari Jum'at Libur dan hari libur nasional
Mengenai tarif, museum yang diresmikan tahun 1929 oleh pemerintah Hindia Belanda ini menerapkan biaya Rp 2.000 untuk umum dan Rp 1.500 untuk pelajar. Bila datang dengan rombongan, pelajar hanya dikenai Rp 1.000. MGB buka dari Senin hingga Kamis antara jam 09.00-15.00 WIB, sedangkan Sabtu dan Minggu setiap pukul 09.00-13.00 WIB. Khusus hari Jumat dan hari libur nasional tutup untuk keperluan merawat benda-benda koleksi di dalamnya.
Museum
Konferensi Asia Afrika
Museum Konferensi Asia Afrika
merupakan salah satu museum yang berada di kota Bandung. Terletak di Jl.Asia
Afrika No.65. Museum ini merupakan memorabilia Konferensi Asia Afrika. Museum
ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan Gedung Merdeka. Secara
keseluruhan Gedung Merdeka memiliki dua bangunan utama, yang pertama disebut
Gedung Merdeka sebagai tempat sidang utama, sedangkan yang berada di samping
Gedung Merdeka adalah Museum Konferensi Asia Afrika sebagai tempat memorabilia
Konferensi Asia Afrika.
Indonesia
merupakan tuan rumah dan pemakarsa kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi
Asia-Afrika pada 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka Kota Bandung. Dalam
pertemuan yang dihadiri 29 negara tersebut dicapai suatu kesepakatan yang
dikenal dengan Dasa-Sila Bandung. KTT Asia-Afrika menunjukan Indonesia pernah
memiliki pengaruh yang sangat kuat di mata negara-negara Asia dan Afrika.
Gedung yang merupakan saksi bisu
penyelenggaraan KAA tersebut hingga kini masih berdiri kokoh di Jalan Asia-Afrika
no. 65 Bandung. Mulai dibangun pada awal 1900an berdasarkan rancangan dua
arsitek berkebangsaan Belanda yaitu Van Gaken Last dan C.P. Wolff Schoemaker
dengan gaya arsitektur Art Deco. Awalnya gedung tersebut bernama Sociƫteit
Concordia. Dipergunakan sebagai tempat rekreasi oleh sekelompok masyarakat
Belanda yang berdomisili di kota Bandung dan sekitarnya.
Paska penyelenggaraan KAA tahun 1955
Gedung Merdeka telah beberapa kali mengalami alih fungsi. Kini selain
difungsikan sebagai tempat pertemuan bertaraf Internasional, Gedung Merdeka
juga berfungsi sebagai Museum yang memiliki banyak koleksi bersejarah. Selain
memiliki koleksi foto-foto pelaksanaan KAA, Museum KAA juga memiliki sebuah
perpustakaan dan sebuah ruang audio visual yang memiliki koleksi film-film
dokumenter mengenai kondisi dunia hingga tahun 1950-an, Konferensi Asia Afrika
dan konferensi-konferensi lanjutannya, serta film-film mengenai kondisi sosial,
politik, dan budaya dari negara-negara di kedua kawasan tersebut.
Memasuki Museum Asia-Afrika, anda
akan menemui sebuah aula yang dahulu digunakan sebagai tempat konferensi. Aula
ini terbuka bagi anda yang ingin merasakan atmosfir pelaksanaan KAA 60 tahun
silam. Di sini juga terdapat beberapa patung delegasi-delegasi yang mewakili negaranya
dalam KAA. Biasanya para pengunjung Museum KAA selalu menyempatkan diri untuk
mengabadikan gambar bersama patung delegasi-delegasi KAA.
Selain ruangan dalam Gedung Merdeka
yang memiliki nilai historis dan koleksi benda bersejarah, bagian luar Gedung
Merdeka juga memiliki keunikan tersendiri. Puluhan tiang bendera yang berderet
mengelilingi Gedung Merdeka kerap dijadikan bidikan lensa kamera. Bahkan tak
jarang deretan tiang bendera tersebut dijadikan latar sesi pemotretan
pra-wedding.
Museum
Mandala Wangsit Siliwangi
Museum Mandala Wangsit Siliwangi
yang memiliki areal seluas 4176 m2 dan luas bangunan 1674 m2, menempati sebuah
gedung yang pernah digunakan sebagai markas Divisi Siliwangi yang pertama di
kota Bandung (Staf Kwartier Territorium III Divisi Siliwangi) pada tahun
1949-1950 yang berlokasi di Oude Hospital Weg (sekarang jalan Lembong No.38
Bandung).
Museum Mandala Wangsit Siliwangi berisi barang-barang atau senjata mulai dari panah,keris,kujang ,
bom Molotov , senapan yang dipakai oleh tentara Siliwangi dalam mengusir
penjajah , dan juga cerita sejarah perlawanan rakyat jawa Barat terhadap
penjajah yaitu Bandung Lautan Api pada
tanggal 24 Maret 1946 ; juga cerita
tentang Letkol Lembong yang jadi korban keganasan Pemberontakan / kudeta
Angkatan Perang Ratu Adil ( APRA ).
Museum
Pos
Sejalan dengan perjalanan dan
perkembangan perusahaan pos, dimana terhitung tanggal 20 Juni 1995 nama dan
status perusahaan berubah dari Perusahaan Umum Pos dan Giro menjadi PT. Pos
Indonesia (persero), maka nama Museum Pos dan Giro pun berubah menjadi Museum
Pos Indonesia. Peran dan fungsi yang dijalankan oleh Museum Pos Indonesia
selanjutnya, disamping sebagai tempat koleksi, juga meliputi fungsi sarana
penelitian, pendidikan, dokumentasi, layanan informasi, serta sebagai objek
wisata khusus.
Tidak
banyak yang tahu bahwa di gedung sayap timur dari Gedung Sate yang terkenal itu
terdapat sebuah museum yang sudah ada sejak 1931. Inilah Museum Pos Indonesia,
dimana kita bisa menikmati perjalanan sejarah layanan pos di Indonesia sejak
jaman kolonial hingga Indonesia merdeka. Gedung yang digunakan sebagai museum
tersebut dibangun sekitar tahun 1920 oleh arsitek J. Berger dan
Leutdsgebouwdienst, dengan gaya arsitektur Italia masa Renaissans. Sejak 1933,
gedung seluas 706 meter persegi ini kemudian difungsikan sebagai museum, dengan
nama Museum Pos Telegrap dan Telepon (Museum PTT).
Meletusnya Perang Dunia II dan masa Pendudukan Jepang pada 1941 menyebabkan museum dengan koleksi berbagai benda-benda pos dari seluruh dunia ini tidak terurus. Bahkan sejak masa revolusi kemerdekaan hingga awal akhir 1979 Museum PTT makin tak terperhatikan. Baru pada awal 1980, Perum Pos dan Giro membentuk sebuah panitia untuk merevitalisasi museum agar berfungsi kembali sebagai sarana untuk memamerkan koleksi benda-benda pos dan telekomunikasi. Ikhtiar ini membuahkan hasil dengan diresmikannya museum tersebut pada Hari Bhakti Postel ke-38, yakni tanggal 27 September 1983 oleh Achmad Tahir, Menteri Pariwisata dan Telekomunikasi saat itu. Museum ini diberi nama Museum Pos dan Giro, mengikuti nama perusahaan milik pemerintah yang membawahi museum tersebut.
Perubahan nama kembali terjadi di tahun 1995, ketika nama Perum Pos dan Giro berubah menjadi PT Pos Indonesia (Persero). Nama Museum Pos dan Giro kemudian menyesuaikan diri dengan nama baru perusahaan, sehingga menjadi Museum Pos Indonesia. Peran dan fungsi museum ini juga makin berkembang. Tak hanya menjadi tempat memamerkan koleksi, museum ini juga menjadi sarana penelitian, pendidikan, dokumentasi, layanan informasi, serta sebagai obyek wisata khusus.
Meletusnya Perang Dunia II dan masa Pendudukan Jepang pada 1941 menyebabkan museum dengan koleksi berbagai benda-benda pos dari seluruh dunia ini tidak terurus. Bahkan sejak masa revolusi kemerdekaan hingga awal akhir 1979 Museum PTT makin tak terperhatikan. Baru pada awal 1980, Perum Pos dan Giro membentuk sebuah panitia untuk merevitalisasi museum agar berfungsi kembali sebagai sarana untuk memamerkan koleksi benda-benda pos dan telekomunikasi. Ikhtiar ini membuahkan hasil dengan diresmikannya museum tersebut pada Hari Bhakti Postel ke-38, yakni tanggal 27 September 1983 oleh Achmad Tahir, Menteri Pariwisata dan Telekomunikasi saat itu. Museum ini diberi nama Museum Pos dan Giro, mengikuti nama perusahaan milik pemerintah yang membawahi museum tersebut.
Perubahan nama kembali terjadi di tahun 1995, ketika nama Perum Pos dan Giro berubah menjadi PT Pos Indonesia (Persero). Nama Museum Pos dan Giro kemudian menyesuaikan diri dengan nama baru perusahaan, sehingga menjadi Museum Pos Indonesia. Peran dan fungsi museum ini juga makin berkembang. Tak hanya menjadi tempat memamerkan koleksi, museum ini juga menjadi sarana penelitian, pendidikan, dokumentasi, layanan informasi, serta sebagai obyek wisata khusus.
Museum
Sri Baduga
Museum Negeri Sri Baduga yang terletak di ruas Jalan B.K.R. 185 Tegallega dan berhadapan langsung dengan Monumen Bandung Lautan Api, dirintis sejak tahun 1974 dengan memanfaatkan lahan dan bangunan bekas kewedanaan Tegallega. Bangunan Museum ini berbentuk suhunan panjang dan rumah panggung khas Jawa Barat yang dipadukan dengan gaya arsitektur modern; adapun bangunan aslinya tetap dipertahankan dan difungsikan sebagai ruang perkantoran. Museum ini memiliki koleksi yang sangat kaya berupa barang-barang seni budaya Jawa Barat yang berhubungan dengan biologi, etnografi, arkeologi, numismatik, filologi, dermatologi, seni murni dan teknologi.
Selain itu terdapat beberapa tempat atau bangunan yang mengandung nilai bersejarah di Kota Bandung ini , dan biasa dijadikan rujukan sebagaimana berwisata di museum; diantaranya :
Gereja
Katedral Santo Petrus
Gereja Katedral Bandung, atau
Katedral Santo Petrus, adalah sebuah gereja yang terletak di Jalan Merdeka,
Bandung, Indonesia. Bangunan ini dirancang oleh Ir. Charles Proper Wolff
Schoemaker dan bergaya arsitektur neo-Gothic akhir. Dilihat dari atas, bentuknya
menyerupai salib yang simetris. Katedral Santo Petrus mempunyai luas tanah
sebesar 2.385 mĆ² dan luas bangunan sebesar 785 mĆ².
Kelenteng
Satya Budhi
Kelenteng Satya Budhi adalah
bangunan tempat peribadatan yang diresmikan pada tanggal 15 Juni 1855, sudah
sangat tua. Kelenteng ini bernama asli Hiap Thian Kiong yang artinya adalah
Istana Para dewa, dan merupakan tempat peribatan kaum Tionghoa yang beragama
Budha, Thao dan Konghucu, walaupun pada saat itu pemerintahan kolonial Belanda
hanya mengakui agama Budha sebagai agamnya orang Tionghoa.
Mesjid
Raya Bandung
Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa
Barat yang dulu dikenal dengan Masjid Agung Bandung adalah masjid yang berada
di Bandung Jawa Barat. Status masjid ini adalah sebagai masjid provinsi bagi jawa
barat. Masjid ini pertama dibangun tahun 1810 dan sejak didirikannya, Masjid
Agung telah mengalami 8 kali perombakan pada abad ke-19, kemudian 5 kali pada
abad 20 sampai akhirnya direnovasi lagi pada tahun 2001 sampai sampai peresmian
Masjid Raya Bandung 4 Juni 2003 yang diresmikan oleh Gubernur Jabar saat itu:
H.R. Nuriana. Masjid baru ini, yang bercorak Arab, menggantikan Masjid Agung
yang lama, yang bercorak khas Sunda.
Monumen
Bandung Lautan Api
Monumen Bandung Lautan Api merupakan
monumen yang menjadi markah tanah Bandung. Monumen ini setinggi 45 meter,
memiliki sisi sebanyak 9 bidang. Monumen ini dibangun untuk memperingati
peristiwa Bandung Lautan Api, dimana terjadi pembumihangusan Bandung Selatan
yang dipimpin oleh Muhammad Toha.
Monumen
Perjuangan Rakyat Jawa Barat
Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat
merupakan lambang manifestasi dari rakyat Jawa Barat dalam mempertahankan
kemerdekaan yang berada di Bandung. Monumen ini melambangkan kegigihan rakyat
Jawa Barat menumpas penjajah yang ingin menguasai negara kesatuan Republik
Indonesia. Monumen ini berada di Kota Bandung tepatnya sebelah utara Gedung
Sate Bandung.
Pondok
Pesantren Daarut Tauhid
Daarut Tauhiid, sebuah pesantren
dibawah pimpinan KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) yang berpusat di Bandung dan
telah memiliki cabang di Jakarta dan Batam.
Pura
Agung Wira Loka Natha
Pura Agung Wira Loka Natha merupakan
pura tertua yang ada di Bandung Raya. Pendirian pura ini berawal dari gagasan
Pusdikarmed (Pusat Pendidikan Artileri Medan) di kota administratif Cimahi,
yang ingin mendirikan tempat ibadah semua agama untuk kepentingan ibadah para
siswanya. Salah satunya adalah Pura. Jarak dari pusat kota Bandung ke Pura
tersebut sekitar 47 km.
ALAMAT
MUSEUM
Museum
BarliJl. Prof. Ir. Sutami 91 Kode Pos : 40152
Telpon: (022) 20118
Museum Geologi
Jl. Dipenogoro No. 57 Kode Pos : 40122
Telpon: (022)7213822
Museum Konperensi Asia Afrika
Jl. Asia Afrika No. 65 Kode Pos : 40111
Telpon: (022)4233564 / 42
Museum Mandala Wangsit Siliwangi
Jl. Lembong No. 38 Kode Pos : 40111
Telpon: (022)4203393
Museum Negeri Sri Baduga
Jl. BKR No. 185 Bandung Kode Pos : 40243
Telpon: (022)5210976
Museum Pos Indonesia
Jl. Cilaki No. 73 Kode Pos: 40115
Telpon : (022) 4206195