Senin, 18 Juni 2012

PERIHAL " KHITANAN "

KHITAN dan HARI BAIK UNTUK KHITANAN ANAK

Apa itu Khitan ?
Khitan secara bahasa artinya memotong. Secara terminologis artinya memotong kulit yang menutupi alat kelamin lelaki (penis). Dalam bahasa Arab khitan juga digunakan sebagai nama lain alat kelamin lelaki dan perempuan seperti dalam hadist yang mengatakan "Apabila terjadi pertemuan dua khitan, maka telah wajib mandi" (H.R. Muslim, Tirmidzi dll ).
Dalam agama Islam, khitan merupakan salah satu media pensucian diri dan bukti ketundukan kita kepada ajaran agama. Dalam hadist Rasulullah s.a.w. bersabda:"Kesucian (fitrah) itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memendekkan kumis dan memotong kuku" (H.R. Bukhari Muslim).
Faedah khitan:
Seperti yang diungkapkan para ahli kedokteran bahwa khitan mempunyai faedah bagi kesehatan karena membuang anggota tubuh yang yang menjadi tempat persembunyian kotoran, virus, najis dan bau yang tidak sedap. Air kencing mengandung semua unsur tersebut. Ketika keluar melewati kulit yang menutupi alat kelamin, maka endapan kotoran
sebagian tertahan oleh kulit tersebut. Semakin lama endapan tersebut semakin banyak. Bisa dibayangkan berapa lama seseorang melakukan kencing dalam sehari dan berapa banyak endapan yang disimpan oleh kulit penutup kelamin dalam setahun. Oleh karenanya beberapa penelitian medis membuktikan bahwa penderita penyakit kelamin lebih banyak dari kelangan yang tidak dikhitan. Begitu juga penderita penyakit berbahaya aids, kanker alat kelamin dan bahkan kanker rahim juga lebih banyak diderita oleh pasangan yang tidak dikhitan. Ini juga yang menjadi salah satu alasan non muslim di Eropa dan AS melakukan khitan.

Hukum Khitan
Dalam fikih Islam, hukum khitan dibedakan antara untuk lelaki dan perempuan. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum khitan baik untuk lelaki maupun perempuan.

Hukum khitan untuk lelaki:
Menurut jumhur (mayoritas ulama), hukum khitan bagi lelaki adalah wajib. Para pendukung pendapat ini adalah imam Syafi'i, Ahmad, dan sebagian pengikut imam Malik. Imam Hanafi mengatakan khitan wajib tetapi tidak
fardlu.
Adapun dalil-dalil yang dijadikan landasan para ulama yang mengatakan khitab wajib adalah sbb.:
1. Dari Abu Hurairah Rasulullah s.a.w. bersabda bahwa nabi Ibrahim melaksanakan khitan ketika berumur 80 tahun, beliau khitan dengan menggunakan kapak. (H.R. Bukhari). Nabi Ibrahim melaksanakannya ketika diperintahkan untuk khitan padahal beliau sudah berumur 80 tahun. Ini menunjukkan betapa kuatnya perintah khitan.
2. Kulit yang di depan alat kelamin terkena najis ketika kencing, kalau tidak dikhitan maka sama dengan orang yang menyentuh najis di badannya sehingga sholatnya tidak sah. Sholat adalah ibadah wajib, segala sesuatu yang menjadi prasyarat sholat hukumnya wajib.
3. Hadist riwayat Abu Dawud dan Ahmad, Rasulullah s.a.w. berkata kepada Kulaib: "Buanglah rambut kekafiran dan berkhitanlah". Perintah Rasulullah s.a.w. menunjukkan kewajiban.
4. Diperbolehkan membuka aurat pada saat khitan, padahal membuka aurat sesuatu yang dilarang. Ini menujukkan bahwa khitab wajib, karena tidak diperbolehkan sesuatu yang dilarang kecuali untuk sesuatu yang sangat
kuat hukumnya
5. Memotong anggota tubuh yang tidak bisa tumbuh kembali dan disertai rasa sakit tidak mungkin kecuali karena perkara wajib, seperti hukum potong tangan bagi pencuri.
6. Khitan merupakan tradisi mat Islam sejak zaman Rasulullah s.a.w. sampai zaman sekarang dan tidak ada yang meninggalkannya, maka tidak ada alasan yang mengatakan itu tidak wajib.

Khitan untuk perempuan
Hukum khitan bagi perempuan telah menjadi perbincangan para ulama. Sebagian mengatakan wajib, sebagian mengatakan itu sunnah dan sebagian mengatakan itu suatu keutamaan saja . Imam Syafi'i dan para pengikutnya berpendapat bahwa hukum khitan bagi wanita adalah wajib. Bahkan menurut imam Nawawi pendapat ini shahih, masyhur. Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik serta sebagian pengikut Imam Syafi'i menyebutkan bahwa khitran bagi wanita itu hukumnya sunnah.

Hadist paling populer tentang  khitan perempuan adalah hadist Ummi 'Atiyah r.a., Rasulllah bersabda kepadanya:"Wahai Umi Atiyah, berkhitanlah dan jangan berlebihan, sesungguhnya khitan lebih baik bagi perempuan dan lebih menyenangkan bagi suaminya". Hadist ini diriwayatkan oleh Baihaqi, Hakim dari Dhahhak bin Qais. Abu Dawud juga meriwayatkan hadist serupa namun semua riwayatnya dlaif dan tidak ada yang kuat. Abu Dawud sendiri konon meriwayatkan hadist ini untuk menunjukkan kedlaifannya. Demikian dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Talkhisul Khabir.
Sebagian ulama mengatakan bahwa perempuan Timur (kawasan semenanjung Arab) dianjurkan khitan, sedangkan perempuan Barat dari kawasan Afrika tidak diwajibkan khitan karena tidak mempunyai kulit yang perlu dipotong yang sering mengganggu atau menyebabkan kekurang nyamanan perempuan itu sendiri.

Apa yang dipotong dari perempuan
Imam Mawardi mengatakan bahwa khitan pada perempuan yang dipotong adalah kulit yang berada di atas vagina perempuan yang berbentuk mirip cengger ayam. Yang dianjurkan adalah memotong sebagian kulit tersebut bukan menghilangkannya secara keseluruhan. Imam Nawawi juga menjelaskan hal yang sama bahwa khitan pada perempuan adalah memotong bagian bawah kulit lebih yang ada di atas vagina perempuan.

Namun pada penerapannya banyak kesalahan dilakukan oleh umat Islam dalam melaksanakan khitan perempuan, yaitu dengan berlebih-lebihan dalam memotong bagian alat vital perempuan. Seperti yang dikutib Dr. Muhammad bin Lutfi Al-Sabbag dalam bukunya tentang khitan bahwa kesalahan fatal dalam melaksanakan khitan perempuan banyak terjadi di masyarakat muslim Sudan dan Indonesia. Kesalahan tersebut berupa pemotongan tidak hanya
kulit bagian atas alat vital perempuan, tapi juga memotong hingga semua daging yang menonjol pada alat vital perempuan, termasuk clitoris sehingga yang tersisa hanya saluran air kencing dan saluran rahim. Khitan model ini di masyarakat Arab dikenal dengan sebutan "Khitan Fir'aun". Beberapa kajian medis membuktikan bahwa khitan seperti ini bisa menimbulkan dampak negatif bagi perempuan baik secara kesehatan  maupun psikologis, seperti menyebabkan perempuan tidak stabil dan mengurangi gairah seksualnya. Bahkan sebagian ahli medis menyatakan bahwa khitan model ini juga bisa menyebabkan berbagai pernyakit kelamin pada perempuan.
Seandainya hadist tentang khitan perempuan di atas sahih, maka di situ pun Rasulullah s.a.w. melarang berlebih-lebihan dalam menghitan anak perempuan. Larangan dari Rasulullah s.a.w. secara hukum bisa mengindikasikan keharaman tindakan tersebut. Apalagi bila terbukti bahwa berlebihan atau kesalahan dalam melaksanakan khitan perempuan bisa menimbulkan dampak negatif, maka bisa dipastikan keharaman tindakan tersebut.
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas beberapa kalangan ulama kontemporer pertimbangan-pertimbangan di atas beberapa kalangan ulama kontemporer perempuan secara benar, terutama bila itu dilakukan terhadap anak perempuan yang masih bayi, yang pada umumnya sulit untuk bisa melaksanakan khitan perempuan dengan tidak berlebihan, maka sebaiknya tidak melakukan khitan perempuan.


Waktu Pelaksanaan Khitanan
Kapankah pelaksanaan Khitanan yang baik bagi anak kita ? ; Menurut para ulama , khitan tidak dibatasi waktu yang baik ( maksudnya tidak ada yang menyebutkan hari atau tanggal atau bulan yang paling bak untuk melaksanakan hajatan khitan ) ; namun ada pula beberapa Ulama yang membagi pelaksanaan khitan terbagi dalam tiga waktu.
Pertama : Waktu yang diwajibkan. Yaitu ketika seseorang sudah masuk usia baligh, tatkala dia telah diwajibkan melaksanakan ibadah, dan tidak diwajibkan sebelum itu .
Diriwayatkan dalam hadits, Said bin Jubair berkata: “Abdullah bin Abbas ditanya ‘Berapa usia engkau ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal?’, ia menjawab,’Aku waktu itu baru berkhitan, dan mereka tidaklah berkhitan kecuali sudah dekat baligh’.
Kedua : Waktu yang dianjurkan untuk berkhitan. Yaitu waktu itsghar, yakni masa ketika seorang anak sudah dianjurkan untuk shalat. Banyak Ulama yang lebih cenderung menganjurkan agar pelaksanaan khitan pada waktu itsghar ( antara umur 6 tahun s/d 9 tahun , hal ini mengacu pada anjuran mengajarkan sholat pada anak sejak usia dini (6 tahun ) , dan bila perlu kita harus memukul ( sebagai peringatan dan pelajaran disiplin ) kepada anak yang bila sudah berumur 9 tahun tidak mau mengerjakan sholat ).
Ketiga : Semua waktu dianggap diperbolehkan untuk melaksanakan khitan. Yaitu semua waktu selain yang diterangkan di atas.
Dalam kenyataannya ada beberapa ulama berselisih faham akan anjuran berkhitan pada hari ketujuh dari kelahiran, apakah dianjurkan atau dimakruhkan? ; Sebagian memakruhkan khitan pada hari ketujuh. Demikian pendapat Hasan Basri, Ahmad dan Malik rahimahullah. Dalil mereka sebagai berikut.
Pertama : Tidak adanya nash. Khallal meriwayatkan dari Ahmad. Beliau ditanya tentang khitan bayi? Beliau menjawab,”Tidak tahu. Aku tidak mendapatkan satupun khabar (dalil)”.
Kedua : Tasyabbuh (meniru) dengan Yahudi. Aku bertanya kepada Abu Abdillah (yaitu Imam Ahmad): “Seseorang dikhitan pada hari ketujuh?” Beliau memakruhkannya sambil berkata: “Itu adalah perbuatan Yahudi. Dan ini juga alasan Hasan dan Malik rahimahullah” .
Sebagian membawanya kepada istihbab (dianjurkan), dan ini pendapat Wahab bin Munabbih, dengan alasan lebih mudah dan tidak menyakitkan bagi bayi. Sedangkan sebagian lagi membawanya kepada hukum asal, yaitu boleh. Di antaranya pendapat Ibnul Munzir.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Syaikh kami (Ibnu Taymiah) berkata,’Ibrahim mengkhitan Ishaq pada hari ketujuh dan mengkhitan Isma’il ketika hendak baligh. Jadilah khitan Ishaq menjadi sunnah (tradisi) bagi anak cucunya, dan juga khitan Ismail menjadi sunnah bagi anak cucunya.Wallahu a’lam’.” 

Mengenai Mencari Hari Baik Untuk Melaksanakan Khitan.
Percaya kepada hari sial atau tanggal keberuntungan termasuk kepada thiyarah.
Ahlus Sunnah tidak percaya kepada thiyarah atau tathayyur. Tathayyur atau thiyarah yaitu merasa bernasib sial karena sesuatu.
Tathayyur (merasa sial) tidak terbatas hanya pada terbangnya burung saja, tetapi pada nama-nama, bilangan, angka, orang-orang cacat dan sejenisnya. Semua itu diharamkan dalam syari’at Islam dan dimasukkan dalam kategori perbuatan syirik oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena orang yang bertathayyur menganggap hal-hal tersebut membawa untung dan celaka. Keyakinan seperti ini jelas menyalahi keyakinan terhadap taqdir (ketentuan) Allah Azza wa Jalla.
Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin (wafat th. 1421 H) rahimahullah : “Tathayyur adalah menganggap sial atas apa yang dilihat, didengar, atau yang diketahui. Seperti yang dilihat yaitu, melihat sesuatu yang menakutkan. Yang didengar seperti mendengar burung gagak, dan yang diketahui seperti mengetahui tanggal, angka atau bilangan. Tathayyur menafikan (meniadakan) tauhid dari dua segi:
Pertama, orang yang bertathayyur tidak memiliki rasa tawakkal kepada Allah Azza wa Jalla dan senantiasa bergantung kepada selain Allah.
Kedua, ia bergantung kepada sesuatu yang tidak ada hakekatnya dan merupakan sesuatu yang termasuk takhayyul dan keragu-raguan.
Ibnul Qayyim rahimahullah kembali menuturkan: “Orang yang bertathayyur itu tersiksa jiwanya, sempit dadanya, tidak pernah tenang, buruk akhlaknya, dan mudah terpengaruh oleh apa yang dilihat dan didengarnya. Mereka menjadi orang yang paling penakut, paling sempit hidupnya dan paling gelisah jiwanya. Banyak memelihara dan menjaga hal-hal yang tidak memberi manfaat dan mudharat kepadanya, tidak sedikit dari mereka yang kehilangan peluang dan kesempatan ".

Sedang menurut guru saya ; semua hari itu baik , tinggal bagaimana saja kita mensikapinya bila kita akan melaksanakan suatu hajat khitanan tersebut ; yang pentint janganlah kita sampai  tergelincir dalam hal-hal yang mengandung kesyirikan dan apalagi kita sampai meyakininya. Sedang menurutku sendiri  : “ Mengkhitankan anak itu tergantung kondisi dan kesiapan anak ; kondisi  kesiapan orang tua ; serta jangan sampai mengganggu aktifitas sekolah atau lainnya……ya….moment liburan sekolah  kayaknya yang paling pas buat mengkhitankan anak…”

Semoga tulisan ini berguna bagi seluruh pembaca sekalian…..
 

Rabu, 06 Juni 2012

PEMUSNAHAN BARANG SITAAN....Apakah itu Kebanggaan , atau Pemubaziran ?

Hari ini : Kamis , 7 Juni 2012 ; aku baca koran TRIBUN JABAR...., ada yang bikin terpana pas baca salah satu berita tentang pemusnahan barang sitaan ; yang bikin terpana itu ternyata barang yang dimusnahkan itu memiliki nilai yang begitu besar....., mungkin bisa untuk bangun 2 sekolahan.
Dibenakku yang bodoh dan begitu awam akan masalah hukum ini : Semua barang hasil penyitaan itu setelah proses hukumnya selesai , maka barang-barang tersebut menjadi milik negara ; dan itu artinya barang-barang itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan negara.
Dari koran yang aku baca hari ini , terilhat berbagai jenis senjata dan peluru yang akan dimusnahkan ; dan sekilas aku dapat melihat senjata-senjata tersebut merupakan jenis senjata yang lebih baik dan lebih bagus dari sekedar pistol-pistol yang ditenteng dalam ikat pinggang polisi di polsek-polsek terutama polsek yang berada dipelosok-pelosok negeri ini. Kenapa koq musti dimusnahkan ?
Terus juga ada Ganja, Heroin , Extacy , dan obat-obat terlarang lainnya ; itu juga dimusnahkan. Kenapa koq mesti dimusnahkan ?
Apakah barang-barang tersebut tidak bisa dimanfaatkan oleh negara ??? ; semisal senapan atau senjata setelah di inventarisasi disimpan oleh bagian yang berwenang untuk suatu saat bisa dipakai bila negara membutuhkan , misalnya suatu saat negara berperang atau  mengadakan latihan perang. Dengan begitu keberadaan barang sitaan itu bisa dimanfaatkan , terutama paling tidak bisa untuk pengiritan dana negara untuk pengadaan senjata.
Begitu juga Ganja, Heroin , dll yang termasuk narkoba dan obat-obatan terlarang...., mungkin ditangan Depkes bisa dimanfaatkan untuk kepentingan sebagai salah satu bahan pembuatan obat atau apapun yang nantinya diperlukan didunia medis , bukankah itu lebih ngirit biaya dan lebih cepat karena barang atau material untuk bahan pembuatan obat sudah ada....; Kenapa mesti dimusnahkan ?
Apakah anda pernah melihat berbagai jenis mobil dan kendaraan bermotor yang merupakan barang sitaan dihalaman Polres , menjadi barang yang merana, rusak,  atau jadi besi tua ? ; apakah kita tak bisa mengambil manfaatnya dari barang tersebut dengan melegalkannya berdasarkan peraturan dan perundangan ? , bila belum ada acuan dasar perundangan atau peraturannya ; mengapa tidak dibuat ? ; Apakah para pejabat dan para dewan tidak pernah berpikir sedikitpun tentang hal tersebut ?.
Bayangkan saja....berapa kali dalam setahun , dan berapa nominal bila diuangkan dari barang-barang yang disita tapi pada akhirnya hanya dimusnahkan tanpa kita tidak bisa mengambil manfaatnya sedikitpun ; padahal untuk operasional sehingga bisa menemukan barang-barang sitaan tersebut juga membutuhkan biaya yang tak sedikit.
Seorang teman di Jerman pernah mengatakan tentang hal ini kepada saya : " Negaramu adalah negara yang paling bodoh yang malah banggan dengan budaya pemusnahan barang sitaan tanpa bisa mengambil manfaatnya sedikitpun ! "
Mungkin bagi para pembaca  ada yang bisa memberikan komentar atau ada yang punya pandangan yang sama dengan saya dalam hal ini ; satu yang pasti ada dibenak saya : " Berita Pemusnahan Barang Sitaan yang dikoran tersebut bagi saya adalah suatu pemusnahan yang mubazir " ; apakah anda sependapat dengan saya ?

Selasa, 05 Juni 2012

TAQWA dalam Rasa Cinta Kasih dan Sayang bagai Wewangian Sekuntum Mawar.


Setiap diri manusia pada fitrahnya ditunjuk oleh Allah sebagai khalifah dimuka bumi yang mempunyai kewajiban dalam menjalankan ibadah semata kerena Allah Ta’ala ; diantara sasaran ibadah itu untuk membentuk seseorang menjadi hamba-hamba Allah yang bertaqwa.
Taqwa, artinya terpelihara, takut kepada Allah, atau senantiasa mawas diri. Sikap orang bertaqwa di antaranya adalah berlaku adil terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungan , tidak melanggar norma aturan yang telah ditetapkan di alam semesta ini.
Firman Allah menjelaskan, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang senantiasa menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil-lah, karena adil itu lebih dekat dengan taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS.5, Al Maidah, ayat 8-9).
Dalam Pergaulan hidup Muslim sehari-hari ada suatu tugas bermasyarakat yang mesti di tunaikan yaitu “memberikan nasehat kepada sesama saudaranya”.
Saling memberi nasehat adalah suatu kewajiban paling azasi dalam mengamalkan ajaran yaitu “amar ma’ruf nahi munkar”, supaya masyarakat hidup dalam suasana yang baik, aman dan tenteram, sehingga tercipta tatanan masyarakat utama (khaira ummah).
“Amar ma’ruf nahi munkar” adalah kewajiban kemanusiaan yang mesti dijalankan dan di tunaikan secara tulus ikhlas dalam kerangka mardhatillah, menurut bingkai “tawashii bil haqqi dan tawashii bis-shabri” sebagaimana dalam surat Al Ashr ayat 1-3, yaitu berwasiat dengan kebenaran (al-haq min rabbika) dan ketabahan (shabar).
Di samping itu ada pula wasiat dengan mengetengahkan rasa kasih sayang yang sengaja ditumbuhkan dalam lubuk hati setiap insan manusia, atau “tawashau bil-marhamah”.
Sabda Rasulullah SAW menegaskan bahwa, “agama itu adalah nasehat” (ad-diin an¬nashihah).
Karananya, “amar ma’ruf-nahi munkar” diketengahkan tanpa kebencian dan dendam, jauh dan perasaan iri dan hasad dengki , rasa ingin mengusasi dan memiliki dengan penuh kedzaliman.
Tugas menancapkan ketaqwaan dalam rasa cinta kasih dan sayang pada sesama ini tidak mengenal sakit hati. Nasehat mesti berbingkai asih-asuh, dan berisi cinta sejati sesama hidup.
Nasehat kepada kebaikan dan nasehat agar meninggalkan yang dilarang itu, karena “sama-sama ingin masuk surga. Sama-sama ingin terhindar dari makhluk yang bernama neraka. Dan, sama-sama ingin terbebas dari godaan iblis-syaitan ( ingatlah selalu bahwa iblis dan syaitan selalu mencari kelemahan sisi diri manusia dan berusaha menjerumuskan dalam kenistaan )
Tujuan yang ingin dicapai dalam menegakkan ketaqwaan dalam lingkupan rasa cinta kasih dan saying pada sesame insane manusia adalah terbentuknya kehidupan bermartabat kemanusiaan. Hubungan bermasyarakat yang beralas dengan mahabbah dan kasih sayang.
Al Quran yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, di bulan Ramadhan, dapaat dijadikan pembentuk watak yang baik, dengan akhlak mulia.
Keduanya didasari keimanan atau akidah tauhid yang kuat.
Dari sana akan lahir “izzatun-nafsi” artinya “kemuliaan diri dengan derajat kemanusiaan”.
Ketaqwaan yang sejati harus selalu mengacu pada Al Quran .Di antara hikmah Al Quran, dapat dilihat dari nama yang diberikan kepada Al Quran ini. Jumlahnya ada 36 nama, yang menjelaskan fungsi dan kegunaan Al Quran itu bagi manusia.
Antara lain ;
(1). HUDAN, artinya petunjuk yang penuh rahmah,
(2). AL QURAN, artinya bacaan tentang kehidupan,
(3). ASY-YIFAA’, artinya obat bagi hati dan jiwa,
(4). AL FURQON, artinya pembeda antara halal dan haram, antara kebenaran dan Kebathilan,
(5). AL KITAB, artinya kitab suci yang berisi penjelasan bagi manusia sepanjang masa,
(6). AL BAYYINAH, sebagai data otentik peraturan tentang pelaksanaan hukum syari’at agama.
Perputaran hukum di tengah kehidupan manusia,dijelaskan dalam bentuk penukilan sejarah peradaban umat terdahulu (jahiliyah, kufur. munafiq. Mukmin, setia. syukur. thaat, patuh mengikut Rasul).
Selain itu, juga dijelaskan dalam bentuk aturan-aturan (kaedah-kaedah syar’i) yang menjadi pandangan hidup mukmin atau ajaran tauhid (tauhidic weltanschaung).
Fungsi Al Quran di antaranya, bertujuan membentuk watak manusia bertaqwa, terlihat pada sikap percaya diri. hemat, mawas diri, istiqamah (teguh dalam berprinsip), adil dalam. menanam nilai kebersaman (ukhuwwah) ditengah hidup bermasyarakat, dan menjauhkan diri (nafsu ) dari  sikap tercela yang hanya mementingkan diri sendiri.
Tugas syiar akan ketaqwaan  ini wajib dilaksanakan secara teratur dan terus menerus atau berkesinambungan dengan disiplin yang tinggi.
Ketaqwaan dalam Rasa Cinta Kasih dan Sayang harus dilaksanakan dengan perjalanan amal besar, yang disebut “Gerakan Fastabiqul Khairat”.
Semoga Allah senantiasa meridhoi akan apa yang kita usahakan ; dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi diri kita untuk selalu bercermin dan mengaktualkan diri pada peningkatan kadar keimanan dan ketaqwaan.