Sabtu, 31 Juli 2010

Masalah Sosial atau Penyakit Sosial ?

Beberapa hari ini aku mendapati fenomena yang telah menjadi suatu kebiasaan tahunan. Sama seperti tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya, yang namanya bulan Rajab, terus Sya'ban, terus Romadhon, ditambah dengan kondisi minimalitas atau krisis yang menjadi-jadi dinegeri ini , panen gagal, wereng menyerang , tangkapan ikan sedikit, biaya kehidupan naik, TDL naik, semua barang naik, dan lain-lain, dan ini menjadikan suasana lebih klob...lebih pantas untuk menjalani profesi ini.
Dan rasanya aku berani bertaruh, semakin mendekati Romadhon...dan semakin mendekati lebaran, jumlah komunitas mereka semakin besar, semakin semrawut, semakin mengganggu dan tidak bikin nyaman.
Bener...yuup....itulah kaum "peminta-minta", ada yang menyebut "gepeng" ; ada yang menyebut "Yakarim" gak tahu asal nyomot istilah kali ; ada yang menyebut "Wong Ngemis" ; ada lain-lain sebutan yang mereka malah bangga atau cuek dengan predikat dan penghargaan masyarakat tersebut.
Butuh suatu keberanian, perlu suatu pemikiran, dan penerapan kebijaksanaan yang tinggi untuk mengurus mereka, atau termasuk bila kita akan memberinya sesuatu yang dinamakan shodaqoh.
Salah satu penyebabnya mereka bermigrasi dari daerahnya untuk terus mengadu nasib sebagai peminta-minta dikota-kota besar adalah peran serta informasi, baik melalui media massa berupa koran,televisi,radio ; atau hanya sekedar melalui cerita dari mulut ke mulut dan didengar dari kuping ke kuping ; bahwa si A selama Romadhon jadi pengemis di kota B ternyata dapat mengumpulkan uang 4 juta , dan tahun selanjutnya si A mengerahkan keluarganya untuk dipencar-pencarkan di 7 titik kawasan emas bagi pengemis di kota B, dan merekapun meraup lebih dari 7 juta , merekapun terus koar-koar, sampai akhirnya wartawan, kaum pers-pun mengangkatnya jadi berita, dan jadilah tambah meledak seperti sekarang ini, mereka gak mikir lagi akan status hinanya seorang peminta-minta, tapi yang terpikir adalah yang penting bisa dapat uang banyak yang ditambah lagi dengan pemikirannya lebih baik jadi peminta-minta daripada jadi pencuri,copet,perampok dan lain-lain yang berbau perbuatan melanggar hukum agama dan pidana. Yaaaah....memang kalau dilihat dari penghasilannya, seorang buruh pabrik yang hanya bergaji sebesar penghasilan UMR-pun akan terasa tergilas bila dibandingkan dengan penghasilannya mereka yang hanya menyadongkan tangan bisa mencapai 4 juta, apalagi bila mereka boyongan sama keluarganya dan menyebar di 7 titik fantatis yang penuh akan rejeki ekonomi...pasti mereka dalam sebulan tersebut bisa meraup 10 kali lipat penghasilan seorang buruh pabrik yang bekerja berpeluh-peluh dengan penuh rasa capek.
Tak terkecuali dilampu merah perempatan jalan, ternyata trend menjadi "peminta-minta" sudah merambah ke masyarakat disekitar kompleks perumahan-perumahan. terkadang pagi-pagi ketika aku sedang asyik menyuci mobil , sering kulihat juga seorang ibu dengan menggendong anak kecil (balita ) sambil mendorong gerobak yang didalam gerobaknya ada juga seorang anaknya yang lebih tua, dan juga ada seorang anak lagi yang turut mengutit sambil berjalan. Sungguh pemandangan yang bikin trenyuh hati sekaligus membuat sebel!; trenyuh hati ya pasti karena pagi-pagi yang masih berembun dan dingin mereka sudah berkeliaran mencari-cari rongsokan dari satu tempat sampah ke tempat sampah lainnya, anak-anaknya dibuat tameng untuk sekedar mengetuk hati orang yang melihatnya...termasuk aku sering timbul rasa iba dan kasihan demi melihat pemandangan tersebut. Namun mendadak jadi timbul perasaan sebel manakala berpikir...lha suaminya itu kemana ??? ( ini wajar muncul terjadi dibenakku mengingat sifat dan typologi masyarakat didaerah dimana aku hidup yang cenderung kaum lelakinya males, dan mengekploitasi kaum wanitanya ). Dan belakangan ini ada lagi yang lebih parah, ada anak-anak seusia SD yang pulang sekolah dan masih pakai baju seragamnya sudah nyambi sebagai pengemis " Pak, minta shodaqohnya Pak....Pak minta uang seribuannya Pak....Pak minta shodaqohnya untuk makan siang Pak..." dan lain-lain, jiwa sebagai peminta-minta sudah mulai ditanamkan orangtuanya kepada anak-anak kecilnya; dan yang bikin sebel lagi, ketika suatu saat kulihat anak-anak itu keluar dari rentalan PS. Bajigur...., tak akan aku kasih lagi kau Nak, meskipun kau pura-pura mewek menangis sambil menahan lapar!.
Yang bikin gila lagi, pernah dilampu merah didaerah Cibaduyut, aku sempet melihat segerombolan kaum peminta-minta ( yang mungkin satu keluarga ), mereka online dengan HP..., dan ada anaknya yang menurutku seusia anak SMP bila sekolah, mereka asyik FB-yan dengan HPnya yang lebih bagus dari HPku yang cuman Nokia Pisang....busyeet ! , ada lagi yang pura-pura kakinya buntung , namun terlihat sekali kalau itu dibuat-buat ( kakinya ditekuk dan dipaksa masuk dalam celana panjangnya yang telah di bundel ), dan tentang si kaki buntung-buntungan itu ; seorang teman pernah melihatnya nongkrong dikawasan itu dengan kaki sempurnanya sambil makan nasi padang bungkusan....busyet!!!.
Pernah juga aku merasa muntap...., saking jengkelnya melihat seorang pria yang masih cukup muda dengan perawakannya yang menurutku masih gagah untuk sekedar jadi kacung atau kenek tukang batu , dia meminta-minta didaerah Tegallega , dan pas saat itu kulihat seorang ibu yang usianya cukup tua , mendorong kereta dan menjinjing tas berisi minuman fermentasi yakult ( barangkali anda pernah melihat juga ) , si ibu itu dengan beban beratnya merasa kesulitan untuk menyeberang. Ketika si peminta-minta itu menyadongkan tangannya , demi melihat hal yang kontras sekali itu ada didepanku, maka aku menolaknya dan berkata padanya : " Tuch liat ibu-ibu yang lebih tua, tapi lebih gigih dan terhormat daripadamu, harusnya 'elu malu menjadi pengemis sementara raga 'elu masih kuat untuk sekedar bekerja lebih baik dan terhormat " ; orang itu begitu mendengar kata-kataku seperti gak punya rasa malu, cuman tersenyum ( coba apa gak bikin jengkel ) ; dan kontan kupanggil ibu-ibu yang kepayahan dengan dagangan yakultnya , langsung keberi uang cemban tanpa kuminta barang dagangannya ; maksudku sekedar memberi pelajaran bagi lelaki tersebut, dan memberi apresiasi tertinggi pada seorang ibu-ibu yang kuat menjalani kehidupan ini tanpa harus merendahkan diri menjadi peminta-minta atau pengemis.
Sungguh aku jadi teringat, ketika aku ke Semarang, kebetulan semobil dengan seorang teman yang tinggal di Semarang , pas di perempatan Bangkong, dimana ada seorang pengemis yang sedang meminta-minta ; masih cukup muda, masih gagah, dan terlihat masih kuat ; pas ketika aku mau memberinya uang , tanganku di tamplek temenku " jangan diberi ; kalau kamu memberinya, kamu telah melakukan kesalahan, yaitu membiarkan mereka hidup sebagi peminta-minta, sementara jelas dia masih kuat untuk sekedar bekerja yang lebih baik dan terhormat daripada jadi pengemis " ; akupun sempet protes "apa hubungannya antara aku mau memberinya sebagai amalan shodaqoh dengan pemikiranmu tersebut; aku berniat memberinya uang, dan itu aku lakukan ikhlas; anggap saja dia dapat rejeki dari Allah lewat perantaraan tanganku "
Temenku tersenyum " itu memang bener, tapi kau akan merasakan lain lagi manakala mereka tumbuh semakin banyak, sementara mereka bisa melakukan pekerjaan yang lebih baik dan lebih terhormat daripada menjadi pengemis " ; dan memang benar apa yang dikatakan temanku tersebut ; kita jadi akan menjadi jengkel manakala mereka jadi terbiasa tiap hari menanti kita di lampu merah , dan merekapun mengajak teman-temannya, dan bayangin saja jika di satu lampu merah ada lima orang pegemis menghampiri anda dan menyadongkan tangannya meminta-minta , bahkan ada yang sampai memakai acara mengetuk-ngetuk kaca jendela. Sungguh ini adalah pengganggu dan sangat mengganggu....
Semoga tulisan ini bisa memberikan suatu pencerahan jiwa bagi kita semua, kita memang dianjurkan saling tolong-menolong, diperintah untuk menyantuni kaum yang lemah, diwajibkan memberikan sebagian harta kita pada kaum fakir miskin ; tapi yang jadi masalah adalah : " Fakir miskin atau orang lemah yang manakah yang pantas untuk menerima pemberian shodaqoh kita? "
Anda setuju dengan tulisanku ini ? , atau anda ingin sekedar memberikan komentar, silahkan....ini adalah forum tholabul ilmi . Terimakasih.

Rabu, 28 Juli 2010

Dan...Kenalilah Dirimu !

Kali ini aku menulis lagi, walau kadang terasa bosan, tapi lebih sering terasa rindunya untuk bisa menumpahkan apa yang terpikir dalam bentuk tulisan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembacanya....
Sudah berapa usia anda saat ini ? , dan siapakah anda ini sebenarnya ? , apakah anda mengenali diri anda dengan baik selama usia anda ini ?.
Dan...aku bukanlah ustadz, aku bukanlah ulama , tapi aku adalah seorang muslim yang berbudaya jawa sebagaimana para leluhurku...

Keberadaan kita hidup di dunia ini tidak sendiri. Semenjak pertama kali kita diturunkan ke alam dunia lewat rahim ibu, Tuhan sudah menitahkan adanya penjaga-penjaga yang senantiasa mendampingi kita hidup di alam dunia. Dan sesuai dengan perintah Tuhan, para penjaga-penjaga itu dengan setia senantiasa berada di sekeliling kita.
Bagi orang Jawa, khususnya orang yang memahami tentang Kejawen, adanya para penjaga tersebut dikenal dengan sebutan “Sedulur Papat”. Siapa saja Sedulur Papat itu? Sedulur papat yang dikenal masyarakat yang memahami Kejawen adalah:
1. Kakang Kawah (Air Ketuban)
2. Adhi Ari-Ari (Ari-ari)
3. Getih (Darah)
4. Puser (Pusar)

Kakang Kawah
Yang disebut dengan Kakang Kawah adalah air ketuban yang menghantarkan kita lahir ke alam dunia ini dari rahim ibu. Seperti kita ketahui, sebelum bayi lahir, air ketuban akan keluar terlebih dahulu guna membuka jalan untuk lahirnya si jabang bayi ke dunia ini. Lantaran air ketuban (kawah) keluar terlebih dulu, maka masyarakat Kejawen menyebutnya Kakak/Kakang (saudara lebih tua) yang hingga kini dikenal dengan istilah Kakang Kawah.

Adhi Ari-Ari
Sedangkan yang disebut dengan adhi ari-ari adalah ari-ari jabang bayi itu sendiri. Urutan kelahiran jabang bayi adalah, air ketuban terlebih dulu, setelah itu jabang bayi yang keluar dan dilanjutkan dengan ari-ari. Karena ari-ari tersebut muncul setelah jabang bayi lahir, maka masyarakat Kejawen biasanya mengenal dengan sebutan Adhi/adik Ari-ari.

Getih
Getih memiliki arti darah. Dalam rahim ibu selain si jabang bayi dilindungi oleh air ketuban, ia juga dilindungi oleh darah. Dan darah tersebut juga mengalir dalam sekujur tubuh si jabang bayi yang akhirnya besar dan berwujud seperti kita ini.

Puser
Istilah Puser adalah sebutan untuk tali pusar yang menghubungkan antara seorang ibu dengan anak yang ada dalam rahimnya. Dengan adanya tali pusar tersebut, apa yang dimakan oleh sang ibu, maka anaknya pun juga ikut menikmati makanan tersebut dan disimpan di Ari-Ari. Disamping itu, pusar juga digunakan oleh si jabang bayi untuk bernapas. Oleh karena itu, hubungan antara ibu dengan anaknya pasti lebih erat lantaran terjadinya kerjasama yang rapi untuk meneruskan keturunan. Semuanya itu atas kehendak dari Gusti Allah Yang Maha Kuasa.

Ketika seorang jabang bayi lahir ke dunia dari rahim ibu, maka semua unsur-unsur itu keluar dari tubuh si ibu. Unsur-unsur itulah yang oleh Gusti Allah ditakdirkan untuk menjaga setiap manusia yang ada di muka bumi ini. Maka bila masyarakat Kejawen hingga kini mengenal adanya doa yang menyebut saudara yang tak tampak mata itu secara lengkap yaitu
“KAKANG KAWAH, ADHI ARI-ARI, GETIH, PUSER, KALIMO PANCER”.

Pancer
Lalu siapakah yang disebut dengan istilah Pancer? Yang disebut dengan istilah Pancer itu adalah si jabang bayi itu sendiri. Artinya, sebagai jabang bayi yang berwujud manusia, maka dialah pancer dari semua ‘saudara-saudara’nya yang tak tampak itu.

Kesamaan Dengan Islam
Antara ajaran Kejawen dengan Islam ada kesamaannya. Dalam Islam disebutkan bahwa setiap manusia dijaga oleh malaikat-malaikat yang ditugaskan oleh Tuhan. Siapa saja malaikat-malaikat itu? Malaikat-malaikat yang ditugaskan oleh Gusti Allah untuk setiap manusia itu antara lain, Jibril, Mikail, Izroil dan Isrofil.

Nah, kesamaan antara ajaran Kejawen dan Islam tersebut yakni Kakang Kawah yang disebutkan sebagai pembuka jalan si jabang bayi, itu di Islam dianggap sama dengan Jibril (Penyampai Wahyu). Malaikat Jibril lah yang membuka jalan bagi keselamatan sang bayi hingga lahir ke dunia.

Sedangkan Adhi Ari-ari yang disebut-sebut di dalam ajaran Kejawen, di dalam Islam dianggap sama dengan Mikail (Pembagi Rezeki). Karena lewat Ari-Ari itulah si jabang bayi dapat hidup dengan sari-sari makanan yang didapatkan dari seorang ibu.

Sementara Getih (darah) , bagi orang Kejawen, pada pemahaman orang Islam dianggap sama dengan keberadaan malaikat Izroil (pencabut nyawa). Buktinya, jika tidak ada darahnya, apakah manusia bisa hidup?

Yang terakhir adalah Puser. Dalam pemahaman masyarakat Kejawen, Puser adalah sambungan tali udara (napas) antara sang ibu dengan anaknya. Nah, pada pemahaman Islam, Puser ini dianggap sama dengan Isrofil (Peniup Sangkakala). Meniup sangkakala menjelang kiamat Qubro (kiamat Besar) adalah dengan napas.

Oleh karena itu, kita wajib mengenali siapa penjaga-penjaga tak nampak yang sudah diperintahkan Gusti Allah untuk senantiasa mendampingi kita. Dengan kita mengenali keberadaan mereka, akhirnya mereka nantinya bisa mawujud (berwujud). Dan yang perlu diingat lagi, jika kita sudah melihat wujud mereka, maka hendaknya kita senantiasa memuji atas kebesaran Gusti Allah yang Maha Agung. Karena atas titah Gusti Allah-lah kita semua bisa hidup berdampingan dengan penjaga-penjaga yang disebut dengan Sedulur Papat, Kalimo Pancer.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya..., sekali lagi ini tulisan dari aku yang bukan seorang ustadz, yang bukan pula seorang ulama , tapi aku lebih suka disebut orang islam yang berbudaya kejawen....

Senin, 26 Juli 2010

FADILLAH MALAM NISFU SYA'BAN

Dan aku menulis lagi, dan ini adalah tulisanku yang kesekian dari tulisan-tulisan yang semoga bermanfaat bagi yang mebacanya.
Dan aku mengambil judul " FADILLAH MALAM NISFU SYA'BAN " bukan karena memang ini pas bulan Sya'ban , dan bukan karena aku hanya ingin menulisnya saja ; tapi ini ada kaitannya dengan perjalanan religiusku dalam menghadapi terpaan kehidupan.
Dan...memang sebenarnya aku telah tahu banyak akan fadillah-fadillah amalan sunnah ; namun dari semuanya itu ada yang aku kerjakan, namun banyak pula yang aku lewatkan.
Dan...memang disisa umur hidupku ini, alangkah baiknya bila kuisi dengan sesuatu yang bermanfaat, sesuatu yang gaungnya sampai ke negeri akherat, sesuatu yang harumnya tercium sampai negeri entah berantah kelak.
Dan...dimalam nisfu sya'ban tahun 2010 masehi ini, yang jatuh pada tanggal 27 Juli 2010 ini, semalam aku mewarnainya dengan sesuatu yang baik...sesuatu yang Insya Allah kuberharap selalu Allah selalu meridhoinya , dan menguatkannya bagiku, bagi istriku, bagi anak-anakku , dan bagi seluruh keluargaku.
Inilah tulisan dari malam-malam rahasia yang penuh akan keberkahan bila kita mau menghiasinya dengan amalan-amalan sunnah ; malam-malam yang Allah berikan kasih-sayangNya, dan nilai lebihNya bagi hamba-hambaNya yang mau bersyukur, yang mau mengerjakan amalan-amalan utama dan amalan-amalan sunnah.
Bulan Sya’ban adalah salah satu bulan yang mulia, bulan yang sangat mashyur dengan keberkahannya, dan juga bulan taubat, Taat dibulan ini mendapatkan pahala yang berlipat ganda, siapa orang yang memanfaatkan bulan sya’ban ini untuk taat kepada Allah dia akan beruntung ketika datang bulan ramadhan, Bulan Sya’ban adalah bulan Nabi Muhammad Saw, seperti hadist mengatakan : "Bulan Rajab adalah bulan Allah, bulan Sya’ban adalah bulanku, dan
bulan Romadhon adalah bulannya Ummatku, tetapi sedikit yang mengingat kemuliaan Bulan Sya’ban” ".
berarti bulan ini adalah bulan Sholawat kepada Baginda Nabi Muhammad Saw didalam kitab tuhfatu ikhwan kita dianjurkan memperbanyak sholawat kita dibulan yang mulia ini.
Didalam kitab itupun Nabi Muhammad Saw berkata : Sesungguhanya malam Nisfu Sya’ban Allah Swt akan mengampunin semua dosa-dosa orang-orang muslim kecuali Dukun, Penyihir, peminum Arak dan Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya.
Disunnahkan Menghidupkan malam nisfu Sya’ban. Diriwayatkan Al Asfihani Didalam kitab ( Attarqib ) dari Mua’d bin jabal Nabi Muhammad Saw berkata : " Siapa orang yang menghidupkan Lima malam ini balasannya adalah Syurga yaitu Malam Tarwiyah, Malam A’rofah, Malam I’dul Adha, Malam I’dul Fitri, dan Malam Nisfu Sya’ban ".
Lima Malam yang disebutkan Nabi Muhammad Adalah Malam-malam ijabah mari kita ambil kesempatan yang masih Allah Swt memberikannya kepada kita, mudah-mudahan semua hajat kita dikabulkan Allah Swt.
Malam Nisfu Sya’ban Mempunyai Beberapa nama ini menunjukkan kemuliaan dari bulan tersebut antaralain : Allailatul Mubarokah, Laitul Baroaah, Lailatul Gisma wat Takdir, Dan Laitul Ijabah.
Diriwayatkan oleh sayduna Umar RA Nabi Muhammad Saw Berkata :
"Ada lima malam dalam satu tahun yang mana apabila seseorang berdo’a dimalam-malam itu doanya tidak akan ditolak oleh Allah yang maha Mengabulkan,
diantaranya : Malam pertama dari bulan Rajab, Malam Nishfu Sya’ban, Malam Jum’at, Malam Lailatur Qodar, Malam Dua Hari Raya ".
Nikmat yang begitu besar Kita Bertuhan Kepada Allah dan Bernabi Kepada Nabi Muhammad Saw, yang mana dalam Satu tahun Banyak sekali fadilah-fadilah dan keutamaan Yang Allah Swt berikan kepada kita sebagai Ummat saiduna Muhammad, Tinggal kita sebagai manusia mau atau tidak mengambil fadilah itu, kita berdoa terus kepada Yang Mulia Allah agar kita selalu dimudahkan dan diberi kenikmatan beribadah kepadanya, ya Allah Ampunin Dosa-dosa Kami Semua.
Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi diriku dan para pembaca semuanya....

Jumat, 23 Juli 2010

TENTANG CINTA (2)

Dulu....dulu....entah kapan , aku lupa...; aku pernah nulis TENTANG CINTA ; dan kali ini aku juga mau nulis tentang cinta lagi, namun menukil dari kisah nabi Yusuf AS.
Semoga tulisanku ini bermanfaat bagi yang mau membacanya :
"Dan perempuan yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya menggoda dirinya. Dan dia menutup pintu-pintu, lalu berkata,"marilah mendekat padaku." Yusuf berkata,"Aku berlindung kepada Allah, sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang yang zalim itu tidak akan beruntung.
Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusufpun berkehendak padanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami palingkan darinyakeburukan dan kekejian. Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih"
(QS Yusuf 23-24)

nah, pelajaran bagi kita, perasaan pada lawan jenis itu normal, itulah sunatullah, tapi bukan berarti kita harus ekspresikan secara gamblang.
adalah yusuf yang telah beri contoh, berlindunglah pada Allah, atas segala yang telah tertaut di hati, agar hati kita diridhai oleh Allah, dan kita tidak menzalimi diri kita dengan melawan fitrah kita sebagai hamba Allah yang taat dan fitrah kita sebagai manusia yang bernafsu.

mudah-mudahan Allah menjaga kita dari segala kerusakan hati, dan biarlah hati ini penuh dengan cinta pada Allah, hingga apapun rasa cinta yang hadir, merupakan bentuk-bentuk pengejawantahan cinta kita pada Allah...
dan dengan itulah kita meraih ridha Allah, dan menjadi generasi Rabbaniyin (generasi yang Rabbani) yang mana radhiallah wa radhu anh (diridahi Allah dan kita ridha akan keputusan Allah)....

wallahu a'lam bishshowab...
semoga bermanfaat... , Sekali lagi semoga tulisan ini bermanfaat ; dan kita bisa mengambil pelajaran tentang ARTI CINTA yang di RIDHOI oleh Allah SWT.....Amien.

Senin, 12 Juli 2010

JANGANLAH KAMU MENGOLOK-OLOK DAN MEMANGGIL DENGAN NAMA YANG JELEK !

HUKUM MENGOLOK-OLOK DAN MEMANGGIL DENGAN NAMA JELEK

Adab pergaulan yang Islami dikehidupan ini sudah mengalami banyak pergeseran, dan pergeseran tersebut sering terjadi sebagai akibat dari kebiasaan melakukan hal-hal yang dianggap remeh dan sepele .
Sebenarnya dari kemarin-kemarin aku ingin menulis tentang ini, namun baru sempat sekarang kulakukan. Tulisan ini berawal dari suatu kejadian yang aku temui pada suatu sore ketika aku asyik jajan gorengan didepan kantor sambil sekedar menonton sepak bola dari beberapa SSB yang biasa latihan di lepangan depan kantor.
Sore itu aku terpaksa menegur seorang anak yang berpenampilan "Wah" namun memiliki tabiat yang Masya Allah perlu banget untuk dibenahi. Si anak tersebut dengan congkak , dengan sombong, dengan angkuh memanggil teman-temannya dengan sebutan dan panggilan yang jauh dari norma Islami : ketika memanggil temannya yang kebetulan kotor badan dan pakaiannya karena kena lumpur saat main sepak bola dengan panggilan "Hai Monyet!" ; ketika memanggil temennya yang postur tubuhnya agak gendut yang kebetulan kotor akan lumpur dengan sebutan " Hai Babi!" ; bahkan memanggil sahabat dekatnya yang kebetulan baru datang " Hai Anjing, kenapa 'lu terlambat! "
Jangankan mereka yang dipanggil ; aku saja yang gak ada hubungannya dengan mereka atau anak-anak tersebut....kuping ini terasa panas mendengar cara panggil anak yang "wah" tersebut.

Sore itu...aku menegurnya ; kukatakan : " Tidak baik kau berlaku seperti itu kepada teman-temanmu ; dan jika kalian ternyata sesama muslim maka itu lebih menyakitkan lagi, artinya kau telah memanggil saudaramu dengan sebutan yang tidak baik. Mengapa kau lakukan seperti itu....??? " ; si anak yang "Wah" tersebut hanya terdiam ; memang aku akui....jujur, tongkrongannya si anak yang "Wah" tersebut memang diatas rata-rata jauh dari teman-temannya yang dipanggilnya dengan sebutan nama binatang tersebut. Tapi apalah artinya tongkrongan "Wah" anak tersebut bila dia memperlakukan saudara-saudara seimannya dengan panggilan yang jelek....bisa jadi Allah kelak akan membalikkan panggilan-panggilan buruk atau jelek terhadap temannya tersebut kepada dirinya kelak diyaumul kiamah , dan bukan hanya panggilan, tapi fisik si "Wah" tersebut dirubah atas kuasaNya seperti dia menyebut teman-temannya atau orang lain tersebut.....Na'udzubillahi min dzalik...
" Kau pernah melakukan sesuatu sehingga akhirnya kau pernah mendapat panggilan atau julukan seperti itu khan...??? " Tanyaku kepada anak yang "Wah" tersebut.
Sejenak dia terdiam namun akhirnya dia mengangguk. " Iya Om...saya dulu pernah dipanggil dan dikata-kata-i dengan sebutan seperti hewan-hewan itu "
Sejenak akupun merenung....inilah hukum sebab akibat yang akan terus bergulir bagai chain reaction.....berputar...dia pernah dikata-kata-i dengan sebutan jelek , maka pas ada kesempatan baik dan dia merasa diatas, dia akan mengata-ngata-i dengan hal yang sama kepada orang lain yang kebetulan ada ikatan emosi , terutama emosi yang negatif.
"Tolong jangan diulang ya....itu hal yang tidak baik , Allah melaknat akan tindakanmu yang seperti itu....memanggil dengan sebutan yang jelek terhadap teman sendiri....bahkan saudara sesama muslim " ujarku sambil menepuk-nepuk pundaknya....
"Percayalah...apa yang Om sampaikan demi kebaikanmu kelak " lanjut kataku sebelum meninggalkan si anak yang "Wah" tersebut.

Berkaitan dengan cerita diatas...ijinkan aku bertholabul ilmi dan bersyiar akan hal tersebut :
Dan Allah berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain.
Boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik daripada mereka yang
mengolok-olok. Jangan pula para wanita mengolok-olok wanita-wanita lain. Boleh
jadi wanita-wanita yang diolok-olok lebih baik daripada para wanita yang
mengolok-olok. Janganlah kalian mencela diri kalian sendiri. Jangan pula kalian
saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman. Siapa saja yang yang tidak bertobat, mereka
itulah orang-orang yang zalim "(QS al-Hujurat[49]: 11).

Ashbablul Nuzul ( sebab-sebab turunya ayat tersebut )
Ahmad menuturkan riwayat dari Abu Jabirah bin adh-Dhahak yang berkata: Nabi saw.
datang kepada kami. Ketika itu tidak ada seorang laki-laki pun di antara kami
kecuali memiliki satu atau dua laqab (julukan). Ketika beliau memanggil dengan
salah satu laqab-nya, kami berkata, " Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia tidak
suka dengan (panggilan) itu" . Lalu turunlah ayat ini.
Riwayat senada juga disampaikan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Tirmidzi.

Tafsir Ayat

Allah Swt. berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang
lain). Seruan ayat ini ditujukan kepada kaum Mukmin secara keseluruhan. Akan
tetapi, yang pertama kali diseru adalah kalangan laki-laki. Kata qawm pada frasa
ini menunjuk kepada laki-laki. Menurut az-Zamakhsyari, al-Razi, al-Alusi dan
an-Nasafi, hal itu karena laki-laki merupakan qawwâm atas urusan para wanita
sebagaimana ditetapkan dalam QS an-Nisaâ [4]: 34. 1.Penunjukan itu makin
dikuatkan dalam frasa sesudahnya yang memberikan perintah yang sama kepada
wanita. Mereka diperintahkan agar menjauhi tindakan as-sukhriyyah (bentuk
mashdar dari kata yaskhar).
Menurut asy-Syaukani dan Ibnu A˜Athiyah, as-sukhriyyah bermakna al-istihza'
(menertawakan). 2. Makna itu dapat dijumpai dalam QS al-An'aam [6]: 10 dan
al-Anbiya'a [21]: 41. Dalam kedua ayat itu, kata as-sukhriyyah dan al-istihza'
digunakan saling menggantikan.
Adapun Ibnu Katsir memaknainya dengan al-ihtiqor wa al-istihza'meremehkan
dan mengolok-olok). 3. Menurut al-Qurthubi, as-sukhriyyah juga bermakna mengumumkan
aib dan kekurangan orang lain untuk dijadikan bahan tertawaan; kadang
diceritakan dengan ucapan, perbuatan, atau isyarat; bisa pula diumumkan atau
ditertawakan dengan perkataan yang biasa digunakan untuk melecehkan.
4.Ditegaskan oleh Abu Hayyan al-andalusi, kendati digunakan bentuk jamak (qawm dan
nisa'a), kandungan ayat itu juga berlaku untuk tiap-tiap individu. Penggunaan
bentuk jamak itu seolah-olah ada seseorang yang mengejek atau mengolok-olok
pihak lain dalam suatu majelis, lalu orang-orang lain ikut tertawa dengan
ucapannya; atau dia menyampaikan kepada banyak orang, lalu mereka turut
tertawa. 5.Haramnya tindakan tercela itu dijelaskan dalam hadis. Ibnu Mas'ud
menuturkan bahwa Rasululllah saw. pernah bersabda:
"Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia "(HR Muslim).
Menurut Ibnu Katsir, ghamth an-nâs dalam hadis ini berarti ihtiqâruhum wa
istigha'ruhum (meremehkan dan menyepelakan mereka). Tindakan tersebut termasuk
haram. 6. Ibnu Jarir ath-Thabari menegaskan, hukum itu mencakup semua tindakan yang
termasuk dalam cakupan makna as-sukhriyyah. Karena itu, haram seorang Mukmin
mengolok-olok Mukmin lainnya, baik disebabkan oleh kemiskinan, dosa yang
dikerjakan maupun sebab lainnya.
7. Kemudian Allah Swt. mengingatkan: 'asya an yak'ana khayr[an] minhum (Boleh
jadi mereka yang diolok-olok lebih baik daripada mereka yang mengolok-olok).
Penilaian manusia terhadap manusia bisa jadi salah. Apalagi jika parameter
penilaian itu didasarkan pada hawa nafsu, kekayaan materi, dan kedudukan
duniawi. Karena itu, sangat mungkin seseorang yang dianggap rendah dan remeh
oleh manusia adalah orang yang tinggi dan mulia di hadapan Allah Swt. Dialah
Yang Mahatahu atas segala yang ditampakkan dan disembunyikan manusia.
Setelah menyeru kalangan laki-laki, larangan serupa juga ditujukan kepada para
wanita. Alasannâya pun sama. Allah Swt. berfirman: Wala nisa'an min
nisa'i[n] asya an yakanna khayr[an] minhunna (Jangan pula para wanita
mengolok-olok wanita-wanita lain. Boleh jadi wanita-wanita yang diolok-olok itu
lebih baik daripada para wanita yang mengolok-olok). Walhasil, terhadap sesama
Mukmin, mereka pun dilarang mengolok-olok, meremehkan, menertawakan, dan
merendahkan.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman: Wala talmiza anfusakum (Janganlah kalian
mencela diri kalian sendiri). Wahbah az-Zuhaili memaknainya dengan ath-tha’n
wa at-tanb'ah ila' al-ma'ayib (mencela dan mengingatkan aib); baik dengan
ucapan maupun isyarat; baik dengan tangan, mata atau yang lain. 8. Orang yang gemar
melakukan tindakan tersebut juga diancam oleh Allah Swt. (QS al-Humazah [104]:
1).
Frasa anfusakum menunjukkan bahwa pihak yang dicela itu berasal dari satu jenis,
yakni sesama kaum Muslim. Penyebutan juga mengisyaratkan bahwa kaum Muslim itu
laksana satu jiwa (ka an-nafs al-wâhidah). Karena menjadi satu jiwa, tindakan
mencela atau mengungkit aib saudara seakidah, sama halnya dengan mencela atau
mengungkap aib diri mereka sendiri.
9. Dijelaskan oleh al-Alusi mengenai perbedaan as-sukhriyyah dengan al-lamz.
As-Sukhriyyah bermakna melecehkan seseorang secara mutlak dalam rangka untuk
ditertawakan di hadapannya. Al-Lamz bermakna mengungkit aib orang lain, sama
saja apakah untuk bahantertawaan atau tidak, di hadapannya atau tidak.
10.Kemudian Allah Swt. berfirman:Wala tana'bazabi al-alqab (Janganlah kalian
saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk). Al-Baghawi menyatakan, an-nabz
dan al-laqab memiliki satu makna, yakni panggilan seseorang bukan dengan nama
yang sebenarnya. Dengan kata lain, keduanya bermakna gelar atau julukan. Meski
demikian, kata nabz khusus digunakan untuk gelar atau julukan yang buruk atau
yang tidak disukai. 11. Ayat ini melarang kaum Muslim saling memanggil dengan
julukan yang buruk atau yang tidak disukai oleh orang yang dipanggil. Bahkan
Imam al-Nawawi menyatakan bahwa para ulama sepakat tentang haramnya memanggil
orang dengan panggilan yang tidak disukai, baik karena sifatnya, ayahnya,
ibunya, atau yang lain.
12. Menurut sebagian ulama, laqab yang dilarang itu adalah yang tidak disukai atau
merupakan celaan. Namun, jika laqab itu sudah menjadi nama person, seperti
al-A'amasy (yang kabur penglihatannya) atau al-A'araj (yang pincang), serta
tidak menyakiti orang yang dipanggil, maka itu dibolehkan. Jika laqab itu
mengandung pujian, benar, dan jujur maka tidak masalah. 13 . Rasulullah saw. juga
menggelari Abu Bakar ra. dengan ash-shiddiq, Umar bin al-Khaththab dengan
al-fâruq,Khalid bin al-Walid diberi gelar sayful-Llâh, Utsman bin Affan dengan
dza' an-narayni (pemilik dua cahaya), dan sebagainya.
Kemudian Allah Swt. berfirman:Bi'asa al-ism al-fusaq ba'da al-'aman
(Seburuk-buruk panggilan ialah [panggilan] yang buruk sesudah iman). Frasa ini
menegaskan bahwa panggilan yang paling buruk adalah menyebut saudaranya seakidah
dengan sebutan fasik, padahal dia sudah bertobat; juga sebutan atau panggilan
lain yang senada, seperti, "Hai Munafik", "Hai Musyrik", "Hai Kafir" ,
"Hai Yahudiâ", "Hai Nasrani" ,dan semacamnya. Padahal mereka
sudah beriman. Frasa bi'asa al-ism (seburuk-buruknya panggilan) menunjukkan
haramnya perbuatan tersebut.
Kesimpulan itu makin dikukuhkan dengan firman Allah Swt. selanjutnya: Waman lam
yatub faulaika hum al-zhaliman (Siapa saja yang tidak bertobat, mereka itulah
orang-orang yang zalim). Bertobat adalah berhenti dari melakukan maksiat.
Ditegaskan dalam frasa ini, siapa pun yang tidak berhenti dari semua perbuatan
tercela, mereka termasuk dalam orang-orang zalim. Penegasan ini menunjukkan
haramnya tiga perbuatan yang dilarang dalam frasa sebelumnya.
Itulah di antara adab bergaul dengan sesama Muslim yang wajib ditaati. Apabila
ketentuan ini ditaati setiap Muslim, benih-benih percekcokan dan perseteruan
kaum Muslim dapat dicegah sejak dini.


Adab Bergaul
Ukhuwah islamiyah merupakan prinsip yang wajib dipegang erat. Agar tidak
berhenti dalam keinginan, harus ada upaya real untuk mewujudkannya. Syariah
telah menetapkan adab bergaul yang dapat merekatkan ukhuwah di antara sesama
Muslim. Ada yang berupa perbuatan yang diperintahkan, seperti menyebarkan salam
dan saling memberi hadiah. Dalam hal ini, Abu Hurairah ra. Menuturkan bahwa
Rasulullah saw. pernah bersabda:

Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, dan tidak beriman hingga
kalian saling mencintai. Maukah kalian saya tunjukkan tentang sesuatu yang jika
kalian kerjakan kalian akan saling mencintai:Sebarkan salam (HR Muslim,
at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dengan redaksi menurut Muslim).

Diperintahkan pula membantu kebutuhan saudaranya dan menghilangkan kesusahannya;
menutupi aibnya; melindungi kehormatan, harta, dan darahnya; menjaga rahasia dan
menunaikan semua amanahnya; menerima permintaan maaf saudaranya; menampakan
wajah berseri-seri ketika bertemu dengan saudaranya; menasihatinya, dan
lain-lain. Semua perintah itu apabila dikerjakan akan dapat menambah
persaudaraan, kecintaan, dan kasih-sayang di antara sesama Muslim.
Ada juga yang berupa perbuatan yang dilarang. Di antaranya adalah yang
digariskan dalam ayat ini. Pertama: dilarang melakukan tindakan yang
mengolok-olok saudaranya. Bagi pihak yang diejek, tindakan tersebut tentu tidak
menyenangkan. Secara naluriah memang tidak ada seorang pun yang senang
ditertawakan, diejek, diremehkan, atau dihinakan orang lain. Terlebih jika
pelakunya tidak lebih baik dari dirinya. Jika tidak bisa menahan diri, dia pun
akan marah dan membalas tindakan serupa. Akibatnya bisa ditebak, percekcokan dan
pertengkaran pun akan terjadi di antara mereka.
Kedua: tidak dibolehkan mencela saudaranya sekalipun celaan itu faktual. Apalagi
celaan itu tidak sesuai dengan kenyataan. Bagi pihak yang dicela, tindakan itu
dapat menimbulkan sakit hati. Celaan itu pun bisa berbuntut pada pertikaian di
antara kaum Mukmin.
Tindakan mengolok-olok dan mencela orang lain berpangkal pada anggapan bahwa
dirinya sempurna, sementara pihak yang diolok-olok atau yang dicela lebih buruk
dan lebih rendah. Padahal anggapan itu belum tentu benar. Bisa jadi orang yang
diolok-olok dan dicela itu lebih baik dan lebih mulia di hadapan Allah Swt.
Dalam pandangan Allah Swt. kemulian didasarkan kepada ketakwaan. Orang yang
paling mulia adalah orang yang paling takwa (QS al-Hujurat [49]: 13.
Ketiga: tidak boleh saling panggil dengan panggilan yang buruk. Laqab (julukan
atau gelar) biasanya diambil dari sifat yang menonjol dan tetap pada seseorang.
Memanggil seseorang dengan sifatnya yang buruk berarti melekatkan sifat itu
secara permanen kepada seseorang. Padahal bisa jadi sifat buruk itu sudah
ditinggalkan dan dikubur dalam-dalam. Tak menutup kemungkinan, dia akan membalas
dengan panggilan senada. Itu pun bisa menjadi benih permusuhan di antara mereka.
Kaum Muslim justru diperintahkan memanggil saudaranya dengan panggilan yang dia
senangi. Rasulullah saw. bersabda:

Ada tiga perkara yang menggambarkan kecintaanmu kepada saudaramu: kamu
mengucapkan salam kepadanya ketika bertemu dengannya; meluaskan tempat untuknya
dalam majelis; memanggilnya dengan nama yang paling disukainya (HR al-Hakim )

Dan Pada akhirnya , semoga tulisan ini berguna dan bermanfaat bagi perbaikan diri kita dan menambah akan rasa keimanan, jika Anda termasuk di antara yang mendambakan terwujudnya ukhuwah islamiyah, amalkan dan sebarkanlah adab bergaul ini.
Wallahu a'lam bishshowab

Minggu, 11 Juli 2010

Ingin Kumenangis dihadapanMu Rabb, dan Tangisku semata karenaMu

Cobaan hidup yang datang bertubi-tubi kadangkala membuat ketegaran tersendiri pada diri kita, apalagi bila kita menyadari akan hakekat hidup di dunia yang fana ini....; hidup didunia yang penuh sandiwara ini. Namun seringkali juga disaat kita merasa rapuh akan kesabaran dan ketabahan jiwa kita dalam menghadapi cobaan hidup tersebut....jiwa kita merasa nelangsa...dan dalam keheningan lubuk hati yang paling dalam....kita berseru " Ya Rabb...sungguh cobaan ini membuatku rapuh, dan serasa kutak kuat lagi menerimanya diatas kesabara dan ketabahanku..., maka ijinkanlah aku menangis dihadapanMu...ijinkanlah aku memohon belas kasihMu...dan selalu berilah aku kekuatan akan semua ini....dan terimalah tangisan makhlukMu yang lemah ini...."


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.” (HR. Tirmidzi [1633]).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; [1] seorang pemimpin yang adil, [2] seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ta’ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid, [4] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, [5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan kerkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’, [6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-sumbunyi sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).” (HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031]).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis tetesan air dan dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata karena perasaan takut kepada Allah, dan tetesan darah yang mengalir karena berjuang [berjihad] di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yang terjadi akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yang terjadi karena mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah.” (HR. Tirmidzi )

Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma mengatakan, “Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.

Ka’ab bin al-Ahbar rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.”

Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan; suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari [4763] dan Muslim [800]).

Dari Ubaidullah bin Umair rahimahullah, suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu’anha, “Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Maka ‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau (nabi) berkata, ‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada Rabbku.’ Maka aku katakan, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang.’ Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat.’ Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau!’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun basah oleh air mata!’. Aisyah melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air mata]!”. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis, Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang?!’. Maka Nabi pun menjawab, ‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?! Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang yang tidak membacanya dan tidak merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang artinya), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi….dst sampai selesai” (QS. Ali Imran : 190).” (HR. Ibnu Hiban )

Mu’adz radhiyallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di antara kedua golongan itu?”.

al-Hasan al-Bashri rahimahullah pun pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi.”

Abu Musa al-Asya’ri radhiyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amat dalam.

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu menangis pada saat sakitnya [menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?!”. Maka beliau menjawab, “Aku bukan menangis gara-gara dunia kalian [yang akan kutinggalkan] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?”.

Suatu malam al-Hasan al-Bashri rahimahullah terbangun dari tidurnya lalu menangis sampai-sampai tangisannya membuat segenap penghuni rumah kaget dan terbangun. Maka mereka pun bertanya mengenai keadaan dirinya, dia menjawab, “Aku teringat akan sebuah dosaku, maka aku pun menangis.”

Kalau seorang sekelas al-Hasan al-Bashri saja menangis sedemikian keras karena satu dosa yang diperbuatnya, lalu bagaimanakah lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula wa laa quwwata illa billah! Alangkah jauhnya akhlak kita dibandingkan dengan akhlak para salafush shalih? Beginikah seorang salafi, wahai saudaraku? Tidakkah dosamu membuatmu menangis dan bertaubat kepada Rabbmu? “Apakah mereka tidak mau bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (lihat QS. al-Maa’idah : 74). Aina nahnu min haa’ulaa’i? Aina nahnu min akhlagis salaf? Ya akhi, jadilah salafi sejati!

Semoga tulisan yang berisi saduran-saduran riwayat hadist, dan riwayat para ulama tinggi dalam Islam ini bisa memberikan pencerahan tersendiri bagi diri kita, dan menggempur kekerasan hati, pikiran , rasa egoistis, rasa paling benar, rasa paling pandai, rasa angkuh ketika memenangi suatu keadaan,dan segala aspek negatif yang bercokol dan ditumbuhkan dan dipupuk dengan kesuburan godaan syetan. Sesungguhnya kesemuanya itu belum tentulah suatu yang kebenaran dan yang baik hakekatnya dihadapan Allah.

Sabtu, 10 Juli 2010

KHITANAN MASSAL

BULAN RAJAB = BULAN HAJATAN
Memasukki bulan Rajab....akan terlihat orang-orang banyak yang menggelar atau punya hajat , mulai dari menikah , khitanan , atau hajatan-hajatan lainnya.
Sebenarnya aku ingin mulai menulis ini sejak Jum'at kemarin..., dengan head-nya KHITANAN MASSAL ; mengapa coba ? ; karena pas siangnya saat sholat jumat di Masjid Baiturrohim di kawasan Batununggal , sebelum khotbah dimulai, memang biasanya ada sekedar pengumuman atau program kerja yang disampaikan oleh puhak Takmir Masjid; termasuk pada Jumat itu....dimana ada program KHITANAN MASSAL yang sediannya diselenggarakan pada minggu ini...sebelum sekolah mulai masuk ; namun program itu terpaksa ditunda....dikarenakan tidak adanya anak-anak yang mendaftar.....;aku sempet geleng-geleng...gak ada yang mendaftar...., padahal enak lho....sudah gratis, masih diberi bingkisan, dan sedikit uang....ck ck ckck...
Aku jadi teringat saat aku kecil, dimana aku waktu itu jadi ketua genk AN2LO ( Anak-Anak Lowo ) yang membentangkan sayap dari kampung Yusuf sampai kampung Demes ( pasar Langgar ). Saat itu anak-buahku ada 8 (delapan ) orang yang aku ikutkan Sunatan masaal yang diselenggarakan di SMK Ibu Kartini di Jl. Imam Bonjol - Semarang.
Dari Mertojoyo, kami naik sepeda menuju ke empat Sunatan Massal tersebut.....jarak yang cukup jauh untuk bersebeda sambil berboncengan bila dilihat dari umur kami saat itu yang baru belasan tahun.
Singkat cerita acara sunatan selesai, dan akupun mengantar anak-buahku satu persatu kerumahnya masing-masing. Apa yang terjadi.....rata-rata orang-tua mereka marah padaku, karena anaknya aku sunatkan tampa memberitahu orangtuanya terlebih dahulu , dan akupun hanya bisa menerima kemarahan orangtua anak-buahku tersebut dengan permintaan maafku yang tulus. Dan yang jelas juga ; meskipun sebagian besar orang-tuanya marah padaku, namun mereka yang karena kondisinya mepet , maka tetep saja sekedar melakukan ungkapan syukur dengan membuat bubur merah -putih ; dan asli sore tersebut sehabis sholat Ashar sampai Maghrib aku dicukupi akan rasa kenyang makan bubur tasyakuran tersebut dari rumah A yang berada di kampung Yusuf sampai rumah H yang ada di Kampung Slamet ( kampungnggendeng).
Selang waktu berlalu...belumlah lama setelah aku sunatin anak buahku, ternyata salah satu dari orang-tua mereka ada yang sakit. Dan sebagai ketua genk yang cukup perhatian dan menjunjung tinggi nilai kekerabatan, akupun menengok Bapak dari anak-buahku tersebut. Dan apa yang terjadi....jika 2 bulan yang lalu mereka memarahiku karena anaknya aku ikutkan program Khitanan Massal ; pas aku tengok saat Bapaknya sakit ....malah terjadi hal-hal yang diluar dugaanku : " kalau Nono gak Mas Bono sunatin massal , mungkin malah sampai entah kapanpun rasanya sulit untuk bisa melaksanakan hajatan Khitanannya....?, matur nuwun ya Mas Bono " begitulah kira-kira ucapan Bapaknya anak-buahku disaat beliau sakit. Kalau dulu tiba-tiba terasa marahnya karena merasa kecolongan bila anaknya telah aku sunatin massal; maka saat sakit melanda bapak temanku tersebut ; beliau baru mau secara jujur menerima, dan setuju akan langkahku yang dulu sempet menuai kemarahannya.
Mengapa orangtua seringkali merasa malu untuk menyunatkan anaknya diacara khitanan massal ? ; padahal sama tujuan hakekatnya; atau mereka sebenarnya cenderung malu untuk mengakui bila anaknya berkhitan dalam acara khitanan massal.
Memang rasa GENGSI yang tinggi seringkali membuat orang mati gaya...., merasa tak dianggap akan eksistensinya. Seperti yang aku alami...ternyata orang tuanya yang sempet memarahiku dua bulan yang lalu ; kali ini mereka malah mendukungku..., mereka baru bisa memahami dan mengerti akan maksud baikku...itulah kejadian yang aku alami 27th yang lalu.
Sekarang ini....jaman sudah berganti....; orang mengadakan acara khitanan massal , tapi sampai hari H malah belum dapat pasiennya. Masihkah ada rasa malu bagi orang-orang untuk mengkhitankan anaknya diacara khitanan massal...???; Aku jadi pingin ketawa sendiri....; gimana tidak....mau dikhitan secara massal atau enggak, hakekatnya sama dimata Allah , bedanya yang satu gratis, dapat bingkisan, dapat uang saku ; sedangkan khitanan yang bukan khitanan massal, pihak orangtuanya malah mengeluarkan biaya khitan yang lumayan untuk ukuran saat ini.
Semoga tulisanku ini bisa menjadikan bahan perenungan dan pemikiran.....

Rabu, 07 Juli 2010

MEMERIKSA DIRI SENDIRI & MENGINGAT ALLOH

" Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan. ".

Wali-wali Alloh sentiasa mengetahui bahwa manusia datang ke dunia ini untuk menjalankan pengembaraan keruhanian, yang akibatnya ialah untung atau rugi dan tujuannya adalah neraka atau syurga. Senantiasalah mereka itu berwaspada terhadap kehendak-kehendak jasamaniah (tubuh) yang diibaratkan sebagai rekan dalam bisnis yang bersifat jahat dan ada kalanya mendatangkan kerugian kepada bisnis itu. Sebenarnya orang yang bijak itu adalah orang yang mau merenung sebentar selepas sembahyang subuh memikirkan hal dirinya dan berkata kepada jiwanya :

"Wahai jiwaku, engkau hanya hidup sekali. Tiap-tiap saat yang berlalu tidak akan datang lagi dan tidak akan dapat diambil kembali kerena di Hadirat Alloh Subhanahuwa Taala, bilangan nafas turun naik yang dikurniakan kepada engkau itu telah ditetapkan dan tidak boleh ditambah lagi. Inilah perjalanan hidup dalam dunia hanya sekali, tidak ada kali yang kedua dan seterusnya. Oleh itu, apa yang engkau hendak perbuat, buatlah sekarang. Anggaplah seolah-olah hidupmu telah berakhir, dan hari ini adalah hari tambahan yang diberi kepada engkau karena karunia Alloh Subhanahuwa Taala juga. Alangkah ruginya membiarkan hari ini berlalu dengan sia-sia. Tidak ada yang lebih rugi dari itu lagi."

Di hari berbangkit di akhirat kelak, seseorang itu akan melihat semua waktu hidupnya di dunia ini tersusun seperti susunan peti harta dalam satu barisan yang panjang.
Pintu sebuah daripada peti itu terbuka dan kelihatanlah penuh dengan cahaya: Ini menunjukkan waktu yang dipenuhinya dengan membuat amalan yang sholeh. Hatinya akan terasa indah dan bahagia sekali, bahkan sedikit saja rasa bahagia itu pun sudah cukup membuat penghuni neraka melupakan api neraka yang bernyala itu.
Kemudian peti yang kedua terbuka, maka terlihatlah gelap gelita di dalamnya. Dari situ keluarlah bau busuk yang amat sangat hingga orang terpaksa menutup hidungnya: Ini menunjukkan waktu yang dipenuhinya dengan amal maksiat dan dosa. Maka akan dirasainya azab yang tidak terhingga bahkan sedikit saja pun dari azab itu sudah cukup menggusarkan ahli syurga.

Selepas itu terbuka pintu peti yang ketiga, dan kelihatanlah kosong saja, tidak ada gelap dan tidak ada cahaya di dalamnya: Inilah melambangkan waktu yang dihabiskannya dengan tidak membuat amalan sholeh dan tidak juga membuat amalan maksiat dan dosa. Ia akan merasa sesal dan tidak tentu arah seperti orang yang ada mempunyai harta yang banyak membiarkan hartanya terbuang dan lepas begitu saja dengan sia-sia.

Demikianlah seluruh waktu yang dijalannya itu akan dipamerkan kepadanya satu persatu. Oleh karena itu, seseorang itu hendaklah berkata kepada jiwanya tiap-tiap pagi :

"Alloh telah mengkaruniakan engkau dua puluh empat jam peti harta. Berhati-hatilah mengawasinya supaya jangan kehilangan, karena engkau tidak akan boleh menanggung rasa sesal yang amat sangat jika engkau kehilangan harta itu".

Aulia Alloh ada berkata,

"Walaupun sekiranya Alloh mengampuni kamu, setelah hidup disia-siakan, kamu tidak akan mencapai derajat orang-orang yang Sholeh dan pasti kamu akan meratapi dan manangisi kerugianmu itu. Oleh itu jagalah lidahmu, matamu dan tiap-tiap anggota mu yang tujuh itu kerena semua itu mungkin menjadi pintu untuk menuju ke Neraka".

Katakanlah kepada tubuhmu; "Jika kamu memberontak, sesungguhnya kamu akan kuhukum", karena meskipun tubuh itu kotor, ia boleh menerima arahan dan boleh dijinakkan dengan zuhud". Demikianlah tujuan memeriksa atau memperhitung diri sendiri.

Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda :
"Berbahagialah orang yang beramal sekarang apa yang menguntungkannya di akhirat kelak".

Maka sekarang kita masuk pula kepada bagian yang berhubungan dengan Zikirulloh (mengenang atau mengingat Alloh). Manusia itu hendaklah ingat bahwa Alloh Melihat dan Memperhatikan semua tingkah laku dan pikirannya. Manusia hanya melihat yang zhohir saja, tetapi Alloh Melihat zhohir dan batinnya manusia itu. Orang yang percaya dengan ini sebenarnya dapatlah ia menguasai dan mendisiplinkan zhohir dan bathinnya.

Jika ia tidak percaya ini, maka KAFIRLAH ia. Jika ia percaya tetapi ia bertindak berlawanan dengan kepercayaan itu, maka salah besarlah ia.

Suatu hari, seorang Negro menemui Nabi SAW. dan berkata; "Wahai Rasulullah! Saya telah melakukan banyak dosa.

Adakah taubatku diterima atau tidak?". Nabi SAW. menjawab; "Ya". Kemudian Negro itu berkata lagi, "Wahai Rasulullah! Setiap kali aku membuat dosa adakah Alloh Melihatnya?". Nabi SAW. menjawab lagi; "Ya"
Negro itu pun menjerit lalu mati. Sehingga seseorang itu benar-benar percaya bahwa ia sentiasa dalam perhatian Alloh, maka tidaklah mungkin baginya membuat amalan yang baik-baik.

Seorang Sheikh ada seorang murid yang lebih disayanginya daripada murid-murid yang lain. Dengan itu murid-murid yang lain itu pun berasa dengki kepada murid yang seorang itu. Suatu hari Sheikh itu memberi kepada tiap-tiap murid itu seekor ayam dan menyuruh mereka menyembelih ayam itu di tempat yang tidak ada seseorang pun melihat ia menyembelih itu. Maka pergilah mereka tiap-tiap murid membawa seekor ayam ke tempat yang sunyi dan menyembelih ayam di situ. Kemudian membawanya kembali kepada Sheikh mereka. Semuanya membawa ayam yang telah disembelih kepada Sheikh mereka kecuali seorang yaitu murid yang lebih disayangi oleh Sheikh itu. Murid yang seorang ini tidak menyembelih ayam itu.

Ia berkata; "Saya tidak menjumpai tempat yang dimaksudkan itu kerena Alloh di mana-manapun Melihat".

Sheikh itu pun berkata kepada murid-murid yang lain: "Sekarang sekelian telah lihat sendiri derajat pemuda ini. Dia telah mencapai ke taraf ingat sentiasa kepada Alloh".

Apabila Zulaiha coba menggoda Nabi Yusuf , ia menutup dengan kain muka sebuah berhala yang selalu disimpannya.

Nabi Yusuf berkata kepadanya :
"Wahai Zulaiha, adakah kamu malu dengan batu? sedangkan dengan batu engkau malu, betapa aku tidak malu dengan Alloh yang menjadikan tujuh petala langit dan bumi".

Ada seorang datang berjumpa dengan Sheikh dan berkata; "Saya tidak dapat menghindarkan mataku dari hal-hal yang membawa dosa. Bagaimanakah saya hendak mengawalnya?".

Sheikh menjawab; "Dengan cara mengingat Alloh Melihat kamu lebih jelas dan terang lagi daripada kamu melihat orang lain".
Dalam hadis ada diterangkan bahwa Alloh ada berfirman seperti demikian;

"Syurga itu adalah bagi mereka yang bersabar hendak membuat suatu dosa, dan kemudian mereka ingat bahwa Aku sentiasa Memandang mereka, lalu mereka pun menahan diri mereka".
Abdullah Ibnu Dinar meriwayatkan;

"Satu ketika saya berjalan dengan Khalifah Omar menghampiri kota Mekah. Kami bertemu dengan seorang gembala yang sedang membawa gembalaannya.

Omar berkata kepada gembala itu : "Jualkan pada saya seekor kambing itu". Gembala itu menjawab; "Kambing itu bukan saya punya, tuan saya yang mempunyainya." Kemudian untuk mencobanya,

Omar berkata; "Baiklah, kamu katakanlah kepada tuanmu bahwa yang seekor itu telah dimakan oleh serigala" . Budak gembala itu menjawab; "Tidak, sesungguhnya tuan saya tidak tahu tetapi Alloh Mengetahuinya".

Mendengar jawapan budak gembala itu, bertetesanlah air mata Omar. Beliau pun pergi berjumpa dengan tuan budak gembala kambing itu lalu membelinya dan membebaskannya. Beliau berkata kepada budak itu : "Karena kata-katamu itu, engkau bebas dalam dunia dan akan bebas juga di akhirat kelak".

Ada dua derajat berkenaan Zikir Alloh (mengenang Alloh) ini. Derajat pertama ialah derajat Aulia Alloh. Mereka bertafakur dan tenggelam dalam tafakur mereka dalam mengenang Keagungan dan Kemuliaan Alloh. dan tidak ada tempat langsung dalam hati mereka untuk 'gairuLlah" (selain dari Alloh). Ini adalah derajat zikir Alloh yang bawah, karena apabila hati seseorang itu telah tetap dan anggotanya dikontrol penuh oleh hatinya hingga mereka dapat mengawal mereka dari hal-hal yang halal pun, maka tidak perlulah lagi ia menyediakan alat atau penahan untuk menghalangi dosa.

Maka kepada zikir Alloh seperti inilah Nabi Muhammad (S.W.T) maksudkan apabila ia berkata,
"Orang yang bangun pagi-pagi dengan hanya Alloh dalam hatinya, Alloh akan memeliharanya didunia dan diakhirat."

Setengah daripada mereka golongan ini sangat asyik dan tenggelam dalam mengenang dalam mengingati Alloh hingga kalau ada orang berbicara kepada mereka tidaklah mereka dengar, kalau orang berjalan dihadapan mereka tidaklah mereka nampak. Mereka seolah-olah diam seperti dinding. Seseorang Wali Alloh berkata : "Suatu hari saya melintasi tempat ahli-ahli pemanah sedang bertanding memanah. Tidak berapa jauh dari situ ada seorang duduk seorang diri. Saya pergi kepadanya dan coba hendak berbicara dengannya.
Tetapi ia menjawab, "Mengenang Alloh itu lebih baik dari berbicara".
Saya bertanya, "tidakkah kamu merasa kesepian?"
"Tidak" jawabnya, "Alloh dan dua orang malaikat ada bersamaku" .

Saya bertanya kepada beliau sambil menunjukkan kepada pemanah-pemanah itu, "Antara mereka itu, yang manakah akan menang?"
Beliau menjawab, "Yang itu, Alloh telah beri kemenangan kepadanya."
Kemudian saya bertanya, "dari manakah kamu tahu ?"

Mendengar itu, ia merenung ke langit lalu berdiri dan pergi sambil berkata, "Oh Tuhan! Banyak hamba-hambamu mengganggu seorang yang sedang mengingatimu!"

Seorang wali Alloh bernama Syubli satu hari pergi berjumpa seorang sufi bernama Thauri. Beliau lihat Thauri duduk dengan berdiam diri dalam tafakkur hingga sehelai bulu romanya pun tidak bergerak.

Syubili bertanya kepada Thauri, "Kepada siapa anda belajar latihan bertafakkur dengan diam diri seperti itu?" Thauri menjawab, "Dari seekor kucing yang saya lihat menunggu di depan lubang tikus. Kucing itu akan lebih diam dari apa yang saya lakukan ini."
Ibn Hanif meriwayatkan:

"Saya diberitahu bahwa di Bandar Thur ada seorang Syeikh dan muridnya sentiasa duduk dan tenggelam dalam zikir Alloh. Saya pergi ke situ dan saya dapati kedua orang itu duduk dengan muka mereka menghadap ke kiblat. Saya memberi salam kepada mereka tiga kali. Tetapi mereka tidak menjawab. Saya berkata, "Dengan nama Alloh saya minta tuan-tuan menjawab salamku". Pemuda itu mengangkat kepalanya dan menjawab,

"Wahai Ibn Hanif! dunia ini untuk sebentar waktu saja, dan yang sebentar itupun tinggal sedikit saja. Anda mengganggu kami karena meminta kami menjawab salammu itu".

Kemudian dia menundukkan kepalanya lagi dan terus berdiam diri. Saya rasa lapar dan dahaga pada masa itu, tetapi dengan memandang mereka itu saya lupa pada diri saya. Saya terus bersama mereka dan sembahyang Dhuhur dan Ashar bersama mereka. Saya minta mereka memberi nasihat kepada saya berkenaan kerohanian ini.

Pemuda itu menjawab, " Wahai Ibni Hanif, kami merasa susah, kami tidak ada lidah untuk memberi nasihat itu." Saya terus berdiri di sepertiga malam. Kami tidak berbicara antara satu sama lain, dan tidak tidur. Kemudian saya berkata kepada diri saya sendiri, saya akan mohon kepada Alloh supaya mereka menasihati saya." Pemuda itu mengangkat kepalanya dan berkata,

"Pergilah cari orang seperti itu, ia akan dapat membawa Alloh kepada ingatan anda dan melengkapkan rasa takut kepada hatimu, dan ia akan memberi anda nasihat yang disampaikan secara diam tanpa berbicara sembarangan."

Demikianlah dzikir Alloh para Aulia yaitu melenyapkan dan menenggelamkan pikiran dan khayalan dalam Mengenang Alloh. Zikir Mengenang Alloh (dzikir Alloh) yang kedua ialah dzikirnya "golongan kanan" yaitu yang disebut dalam Quran sebagai Ashabul Yamin. Mereka ini tahu dan kenal bahwa Alloh sangat mengetahui terhadap mereka dan mereka merasa tunduk dan tawaduk di Hadirat Alloh SWT tetapi tidaklah sampai mereka melenyapkan dan menenggelamkan pikiran dan khayalan mereka dalam mengenang Alloh saja sehingga tidak peduli keadaan keliling mereka. Mereka sadar diri mereka dan sadar terhadap alam ini. Keadaan mereka adalah seperti seorang yang terkejut karena didapati dalam keadaan telanjang dan cepat-cepat menutup aurat mereka.
Golongan yang satu lagi adalah seperti orang yang tiba-tiba mendapati diri mereka di majlis raja yang besar lalu ia merasa tidak tentu arah dan merasa takjub.

Golongan yang mula-mula itu memeriksa terlebih dahulu apa yang memasuki hati mereka dengan rapi sekali, karena di hari kiamat kelak tiga persoalan akan ditanya terhadap tiap-tiap perbuatan. Dan tindakan yang telah dilakukan.
Pertama: "Kenapa kamu membuat ini?" ,

Kedua: "Dengan cara apa kamu membuat ini?", dan

Ketiga: "Untuk tujuan apa kamu melakukan ini?".

Yang pertama itu dipermasalahkan karena seseorang itu hendaklah bertindak dari niat dan dorongan Ketuhanan dan bukan dorongan Syaitan dan hawa nafsu.

Jika masalah itu dijawab dengan memuaskan hati, maka diadakan ujian kedua yaitu masalah bagaiman tindakan itu dilakukan dengan bijak, dengan cara baik, atau dengan cara tidak peduli atau tidak baik.

Yang ketiga, adanya perbuatan dan tindakan itu karena Alloh semataa atau bukan karena hendak disanjung oleh manusia.

Jika seseorang itu memahami makna dari masalah masalah ini, maka ia tentu berhati-hati sekali terhadap keadaan hatinya dan bagaimana ia melawan pikiran yang mungkin menimbulkan tindakannya. Sebenarnya memilih dan menapis pikiran dan khayalan itu sangatlah susah dan rumit.

Barangsiapa yang tidak sanggup membuatnya hendaklah pergi berguru dengan orang-orang keruhanian. Mengaji dan berguru dengan mereka itu dapat mendatangkan cahaya ke dalam hati. Dia hendaklah menjauhkan diri dari orang-orang alim kedunian kerena mereka ini adalah alat atau ujian syaitan.

Alloh berfirman kepada Nabi Daud a.s.;

" Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. ". (Shaad:26)

Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda;

"Alloh kasih kepada orang yang tajam matanya terhadap hal-hal yang menimbulkan syak-wasangka dan tidak membiarkan akalnya diganggui oleh serangan hawa nafsu".

Akal dan pilihan sangat berkaitan, dan orang yang akalnya tidak menguasai hawa nafsu tidak akan dapat memilih yang baik dari yang jahat.

Disamping membuat pilihan dan berhati-hati sebelum bertindak, maka seseorang itu hendaklah menghitung dan menyadari apa yang telah dilakukannya dahulu. Tiap-tiap malam periksalah dengan hati dan lihatlah apa yang telah dilakukan dan sama adanya untung atau rugi dalam bisnis keruhaniaan ini. Ini adalah penting karena hati itu ibarat rekan dalam berbisnis yang jahat yang senantiasa hendak menipu dan menjilat. Kadang-kadang ia menunjukkan diri jahatnya itu. Sebaliknya topeng taat kepada Alloh, agar manusia menganggap ia telah beruntung tetapi sebenarnya ia telah rugi.

Seorang Wali Alloh bernama Amiya yang berumur 60 tahun telah menghitung berapa hari umurnya. Maka didapati umurnya ialah selama 21, 600 hari.

Beliau berkata kepada dirinya sendiri :

"Aduhai! jika saya telah melakukan satu dosa dalam sehari, bagaimana saya hendak lari dari beban 21, 600 dosa?".

Beliau menjerit dan terus rebah. Apabila orang datang hendak mengangkatkannya, mereka telah mendapati beliau telah meninggal dunia. Tetapi malang , kebanyakan orang telah lupa. Mereka tidak memperhitung diri mereka sendiri. Jika tiap-tiap satu dosa itu diibaratkan sebiji batu, maka penuhlah sebuah rumah dengan batu itu. Jika malaikat Kiraman Kaatibin meminta gaji karena menulis dosa yang telah manusia lakukan, maka tentulah habis uangnya bahkan tidak cukup untuk membayar gaji mereka itu. Orang berpuas hati membilang biji tasbih sambil berzikir nama Alloh, tetapi mereka tidak ada biji tasbih untuk mengira berapa banyak percakapan sia-sia yang telah diucapkannya. Oleh karena itulah, Khalifah Omar berkata :

"Timbanglah perkataan dan perbuatanmu sekarang sebelum ia dipertimbangkan di akhirat kelak".

Beliau sendiri sebelum pergi tidur malam hari memukul kakinya dengan cambuk sambil berkata : "Apa yang telah engkau lakukan hari ini?".

Suatu hari Thalhah sedang sembahyang di bawah pohon-pohon kurma dan terlihat olehnya seekor burung yang jinak berterbangan di situ. Karena memandang burung itu beliau terlupa berapa kalikah beliau sujud. Untuk menghukum dirinya karena kelalaian itu, beliau pun memberi pohon-pohon khurma itu kepada orang lain.

Aulia Alloh mengetahui hawa nafsu mereka itu selalu membawa kepada kesesatan. Oleh itu mereka berhati-hati benar dan menghukum diri mereka setiap kali mereka telah melanggar batas.

Jika seseorang itu mendapati diri mereka telah terjauh dan menyeleweng dari sifat zuhud dan disiplin diri, maka sepatutnya beliau belajar dan meminta nasihat dari orang yang pakar dalam latihan keruhanian, supaya hati mereka lebih bersemangat kepada sifat zuhud, disiplin diri dan akhlak yang suci itu.
Seorang Wali Alloh pernah berkata,

"Apabila saya berasa merosot dalam disiplin diri, saya akan melihat Muhammad bin Abu Wasi, dan melihat beliau itu bersemagatlah hatiku sekurang-kurangnya seminggu".
Jika seseorang itu tidak mendapati seseorang yang zuhud di sekitarnya, maka indahlah mengkaji riwayat Aulia Alloh. indah juga ia menasihat jiwanya seperti demikian :

"Wahai jiwaku! engkau fikir dirimu cerdik pandai dan engkau marah jika disebut bodoh. Maka apakah engkau ini? Engkau sediakan kain baju untuk melindungi dingin tetapi tidak bersedia untuk kembali ke akhirat.

Keadaanmu adalah seperti orang dalam musim sejuk berkata :

"Aku tidak pakai pakaian panas, cukuplah aku bertawakkal kepada Alloh untuk melindungi aku dari dingin".
Dia telah lupa bahwa Alloh disamping menjadikan dingin itu ada juga memberi petunjuk kepada manusia bagaimana membuat pakaian untuk melindungi dari dari sejuk dan dingin, dan disediakan alat dan bahan-bahan untuk membuat pakaian itu. Ingatlah jiwa! hukuman kepadamu di akhirat kelak bukanlah karena Alloh murka karena tidak patuhmu, dan janganlah berkata :

"Bagaimana pula dosaku boleh menyakiti Alloh?

Adakah hawa nafsumu sendiri yang menyalakan api neraka di dalam dirimu sendiri, seperti orang yang memakan makanan yang membawa penyakit. adalah penyakit itu tejadi dalam tubuh manusia, dan bukan karena dokter marah kepadanya karena tidak mematuhi perintahnya.

"Tidak malukah kamu wahai jiwa! karena kamu sangat cenderung kepada dunia!!!. Jika kamu tidak percaya dengan Syurga dan Neraka, maka sekurang-kurangnya percayalah kepada mati yang akan merampas dari kamu semua keindahan dunia dunia dan membuat kamu merasa kepayahan berpisah dari dunia ini. Semakin kuat keterikan kamu kepada dunia, maka semakin pedihlah yang kamu rasakan.

Apakah dunia ini bagimu? Jika seluruh dunia ini dari Timur ke Barat kepunyaanmu dan menyembahmu, namun itu tidaklah lama. Akan semuanya hancur jadi abu bersama dirimu sendiri dan namamu makin lama makin dilupakan, seperti Raja-raja yang dahulu sebelum kamu. Setelah kamu melihat bagaimana kecil dan kerdilnya kamu di dunia ini, maka kenapa kamu bergila-gila benar menjual keindahan dan kebahagiaan yang abadi dan memilih kebahagian yang sementara seperti menjual intan berlian yang mahal untuk mendapatkan kaca yang tidak berharga, dan menjadikan kamu bahan ketawa orang lain?"

Terjemahan Kitab Kimyatusy- Sya'adah - KIMIA KEBAHAGIAAN - Karya : Imam Al-Ghazali

Senin, 05 Juli 2010

AYAT-AYAT KAUNIYYAH DIMATA PARA MUFASSIRIN

Apakah ayat-ayat Kauniyyah itu ?
Bagaimana sikap kita terhadap ayat-ayat Kauniyyah tersebut ?

Barangkali tulisan ini bisa diambil manfaatnya bagi kita dalam memahami arti ayat-ayat Kauniyyah yang diturunkan oleh Allah SWT dalam bentuk hamparan di alam semesta ini.....

Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan penafsiran terhadap isyarat-isyarat kawniyah (keterangan tentang alam semesta) yang ada dalam Alquran dengan menggunakan parameter capaian-capaian sains modern. Ada yang melarang, ada yang membolehkan dan ada yang bersikap moderat. Penjelasannya sebagai berikut:
Kelompok yang melarang penafsiran ayat-ayat kawniyah Alquran dengan menggunakan parameter capaian sains modern berpendapat bahwa penafsiran semacam ini adalah jenis penafsiran bil ra’yi (tafsir nalar) yang tidak diperbolehkan, berdasarkan keterangan dari Rasulullah: “Barang siapa yang berkata mengenai Alquran berdasarkan ra’yu-nya, dan kemudian penafsirannya benar, maka sesungguhnya ia telah melakukan kesalahan”. “Barang saiapa berpendapat mengenai Alquran tanpa ilmu, maka bersiaplah ia mengambil tempat di neraka. Ada juga riwayat yang menyatakan bahwa Abu Bakar berkata: “Langit apa yang menaungiku dan bumi apa yang menjadi pijakanku jika aku berkata tentang Alquran dengan ra’yu-ku”. Umar juga pernah berkata: “Ikutilah apa yang jelas dari kitab ini lalu amalkanlah. Adapun yang tidak kalian ketahui, maka serahkanlah pada yang menurunkannya”. Said bin al-Musayyib berkata: “Kami tidak mengatakan apapun tentang Alquran berdasarkan pendapat kami sendiri”. Dan Masruq bin al-Ajda’ berkata: “Bertakwalah (baca : hati-hati) kalian terhadap penfsiran Alquran, karena sesungguhnya Alquran itu adalah riwayat yang bersumber dari Allah”.
Itulah antara lain argumentasi kelompok pertama yang melarang penafsiran terhadap ayat-ayat kauniyah Alquran. Kelompok ini mendapatkan kritik karena terlalu kaku dalam memahami kata al-ra’yu dalam hadits Nabi di atas. Yang dimaksud al-ra’yu di situ sebenarnya adalah al-hawa (hawa nafsu), dan bukan pendapat rasional yang didasarkan pada argumentasi-argumentasi yang kuat dan diterima. Ini diperkuat dengan hadits yang kedua dalam ungkapan “tanpa ilmu”. Artinya jika menafsirkannya dengan ilmu maka boleh-boleh saja. Tentu di sini kita belum membicarakan kualitas kedua hadits tersebut yang konon sanadnya dianggap lemah.
Berikutnya adalah bahwa kelompok ini juga kurang memahami makna ucapan para sahabat dan tabiin yang sangat berhati-hati dalam menafsirkan Alquran dengan pandangan ijtihadnya. Sesungguhnya sikap seperti itu menunjukkan sifat wara’ dan adab mereka dalam berhadapan dengan teks Alquran. Kita tentu saja mafhum bahwa para sahabat adalah orang-orang yang sangat paham seluk beluk bahasa Arab from A to Z. Mereka juga mengetahui sebab turun suatu ayat, hidup bersama Rasulullah dengan sangat akrab, dan mendengarkan bacaan Alquran dan penjelasan terhadapnya yang dilakukan oleh Rasulullah. Mereka juga mengetahui berbagai rincian sunah Rasulullah baik berkenaan dengan ayat Alquran atau perkara lain. Apakah bagi orang-orang yang memiliki segalanya tentang pemahaman terhadap Alquran seperti para sahabat itu perlu melakukan ijtihad? Apalagi masa di mana mereka hidupa bukanlah masa kemajuan ilmu pengetahuan seperti yang kita alami saat ini. Masa mereka adalah masa yang dekat dengan masa jahiliyah yang meliputi jazirah Arabia, bahkan seluruh dunia. Masa yang sangat penuh dengan dogma-dogma sesat.
Masa itu adalah masa mulai tersebarnya agama Islam, dan masuknya orang-orang dari berbagai macam latar belakang budaya dan bahasa ke dalam Islam. Tentu saja secara otomatis mereka membawa serta latar belakang pemikiran mereka yang diwariskan secara turun temurun. Dan itu tidak serta merta hilang hanya dengan cara masuk Islam. Lagi pula, tidak sedikit di antara mereka yang masuk Islam memiliki tujuan untuk menghancurkan Islam dari dalam dengan cara menta’wil Alquran secara serampangan, merusak persatuan umat Islam, dan menyebarkan benih-benih permusuhan. Di antara akibat yang ditimbulkan oleh usaha semacam itu adalah apa yang kita kenal sebagai ‘israiliyat’ yang dinisbahkan kepada keturunan jahat Bani Israil (Yahudi) yang banyak membuat kebohongan terhadap agama Allah dan para nabi dan rasulNya. Demikian pula akibat yang ditimbulkan adalah munculnya berbagai kelompok yang masing-masing ingin memenangkan kelompoknya dengan mencari justifikasi Alquran…. Inilah ‘hawa nafsu’ yang dimaksud oleh ungkapan ‘bil ra’yi’ dalam hadits yang dinisbahkan kepada Rasulullah saw. dan juga ucapan-ucapan para sahabat.
Kelompok ini–yang menyerukan agar jangan menggunakan ijtihad ra’yu dalam memahami kitab Allah, sambil mencukupkan diri pada tafsiran riwayat yang bersumber dari Rasulullah, sahabat-sahabatnya, atau tabi’in (dikenal dengan juga lupa tafsir bil ma’tsur / bil manqul)–lupa bahwa penafsiran bil ma’tsur ini tidak meliputi seluruh Alquran. Untuk maksud hikmah yang hanya Allah yang mengetahuinya—dan sebagiannya sudah kita pahami hari ini—Rasulullah tidak menjelaskan maksud keseluruhan ayat Alquran. Dan para sahabat Rasul berusaha keras (baca : berijtihad) dalam memahami apa yang tidak dijelaskan oleh Rasulullah itu, dan tidak jarang mereka berbeda pendapat dalam tafsirannya, tetapi tidak jarang juga bersepakat. Rasulullah pernah membenarkan sekelompok sahabat ketika mereka melakukan penafsiran terhadap beberapa ayat Alquran. Beliau juga pernah mendoakan Ibnu Abbas: “Allahumma faqqihhu fi al-din wa ‘allimhu al-ta’wil” (Ya Allah berikanlah Ibnu Abbas pemahaman terhadap agama Islam, dan ajarkanlah dia tafsir Alquran). Semua ini menjadi bukti tentang bolehnya berijtihad dalam menafsirkan Alquran untuk memahami maksudnya sekaligus memikirkan makna-makna yang ada di dalamnya. Hal ini ditegaskan oleh ayat Alquran: “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad / 38 : 29)
Ayat ini, dan banyak lagi ayat yang senada dengannya, menunjukkan adanya perintah Allah yang sangat jelas untuk memperhatikan ayat-ayat Alquran sekaligus memahami makna-maknanya. Alquran mencela mereka yang tidak mau memikirkan dan memahami makna-makna Alquran. “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)…” (QS. al-Nisa / 4 : 82-3). “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad / 47 : 24)
Imam al-Gazali menyatakan kebolehan memahami Alquran dengan al-ra’yu (baca : ijtihad). Beliau menambahkan: “…usaha-usaha memahami makna-makna Alquran memiliki lapangan yang sangat luas, dan tafsir yang kita wariskan dari generasi sebelumnya (tafsir bil manqul) bukanlah pengetahuan yang paling akhir terhadap Alquran”
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca....