Minggu, 27 Mei 2012

MUSEUM DIKOTA BANDUNG



Bagi kalangan pelajar atau mereka yang gemar menimba atau mencari ilmu dan meningkatkan pengetahuan ; Museum termasuk obyek wisata yang lebih disukai daripada tempat wisata yang hanya menyuguhkan keindahan alam atau suatu permainan.
Kali ini aku postingkan tulisanku tentang Museum…dan tentunya adalah museum-museum di Indonesia yang pernah aku kunjungi sewaktu berwisata disuatu tempat atau kota ( he he he….karena kadangkala aku lebih dibuat terkesima dan lebih kerasan ( pingin berlama-lama ), sehingga butuh waktu lebih lama untuk menikmati apa yang disuguhkan di Museum daripada berwisata di obyek wisata yang menawarkan keindahan alam atau permainan ).

Gedung Sate Bandung


Tempat yang anda wajib kunjungi apabila anda mengunjungi Kota Bandung, tentu saja adalah ikon dari kota kembang ini! Gedung Sate, siapa pun pasti tahu tempat bersejarah yang terletak di pusat Kota Bandung ini. Gedung Sate yang juga menjadi kantor pemerintahan Gubernur Jawa Barat memiliki daya tarik tersendiri sehingga hampir semua wisatawan yang datang ke Kota Bandung dipastikan berpose di depan gedung ini. Pesona Gedung Sate memang terlalu sayang apabila dilewatkan, karena selain indah, gedung ini merupakan salah satu bangunan top arsitektur Indonesia. Selain itu, daya tarik sejarah yang terekam di setiap sudut gedung itu bisa menjadi suatu pengalaman wisata sejarah bagi siapa saja yang masuk ke dalamnya.


Dahulu, Gedung Sate dirancang oleh arsitek Belanda Ir. J. Gerber dari Jawatan Gedung-gedung Negara (landsgebouwendients), dibantu oleh sebuah tim yang terdiri dari: Kol. Genie (Purn.) V.L. Slor dari Genie Militair, Ir. E.H. De Roo dan Ir. G. Hendriks yang mewakili Burgerlijke Openbare Werken (B.O.W) atau DPU sekarang dan Gemeentelijk Bouwbedriff (Perusahaan bangunan Kotapraja) Bandung. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nona Johanna Catherina Coops, putri sulung Walikota Bandung B. Coops yang didampingi Nona Petronella Roeslofsen yang mewakili Gubernur Jenderal di Batavia pada tanggal 27 Juli 1920.

Bangunan yang selesai dibangun pada 1942 ini dinamakan Gedung Sate karena sebuah ornamen yang terlihat seperti tusuk sate di puncak menara utamanya. Mengadopsi gaya arsitektur era Renaissance Italia, Gedung Sate dinilai memiliki rancangan yang beda dari yang lain pada zamannya. Misalnya saja, pada bagian tengah terdapat menara bertingkat yang mirip dengan atap meru atau pagoda yang jarang dijumpai pada bangunan lain ketika itu. Seperti gedung-gedung lain yang dibangun pada masa itu, Gedung Sate juga memiliki sifat-sifat simetris, dimana sayap kiri dan sayap kanan Gedung Sate sama persis. Ornamen-ornamen yang menghiasi gedung ini juga sangat berciri era Renaissance Italia yang terlihat pada lengkung-lengkungnya yang teratur dan berulang-ulang, jendela-jendela berukuran besar, serta atapnya yang menjulang tinggi.


Museum Barli

Dalam perkembangannya, museum ini telah banyak pula memberi andil besar serta meningkatkan rasa cinta tanah air dan perkembangan seni budaya. Aneka ragam kegiatan yang diselenggarakan dalam ruang-ruang khusus, seperti: pameran karya seni rupa (dalam ruang pameran) karya –karya seni rupa kontemporer, penjualan karya pameran, diskusi, saresehan kesenirupaan dengan tema-tema beragam: sosial, budaya, ekonomi, dan IPTEK (ruang diskusi), penjualan kriya, souvenir, merchandise galeri, workshop dan pelatihan studio keramik dan lukis (ruang pelatihan), penerbitan berita-berita acara dan pendokumentasian.

Didasari oleh pemikiran untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya apresiasi seni, sejalan dengan perkembangan seni yang maju pesat, serta hendak menyediakan tempat/ruang untuk menampilkan karya dari para seniman agar dapat dinikmati oleh umum, maka didirikanlah Museum Barli yang diresmikan oleh Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (MENPARPOSTEL) pada tanggal 26 Oktober 1992. Pembangunan Museum Barli—sebenarnya berdasarkan gagasan Barli Sasmitawinata yang terpendam sejak puluhan tahun lalu. Maka dengan tanpa mengenal batas dan perannya dalam mewujudkan cita-cita, ikut pula seluruh keluarganya dalam upaya mendukung berdirinya museum ini. Dengan dibantu pula oleh Charles Ali—arsitek muda Bandung, maka terwujudlah gagasan itu.
Berdirinya Museum Barli juga memperlihatkan perkembangan gaya seni lukis seorang Barli, sebagai anggota “Kelompok Lima Bandung” (bersama Affandi, Hendra Gunawan, Wahdi, dan Sudarso) dari masa ke masa, mulai dari aliran realisme, dari masa awal langkah Barli sebagai pelukis, impersionisme dan ekspresionisme.
 
Museum Geologi

Keberadaan Museum Geologi berkaitan erat dengan sejarah penyelidikan geologi dan tambang di wilayah Nusantara yang dimulai sejak pertengahan abad ke-17 oleh ahli geologi dari Eropa. Setelah di Eropa terjadi revolusi industri pada pertengahan abad ke-18, mereka sangat membutuhkan bahan tambang sebagai bahan dasar industri. Pemerintah Belanda sadar akan pentingnya penguasaan bahan galian di wilayah Nusantara. Dengan jalan itu diharapkan perkembangan industri di Negeri Belanda dapat ditunjang. Maka dibentuklah Dienst van het Mijnwezen pada tahun 1850. Kelembagaan ini berganti nama jadi Dienst van den Mijnbouw pada tahun 1922, yang bertugas melakukan penyelidikan geologi dan sumberdaya mineral. Hasil penyelidikan yang berupa contoh-contoh batuan, mineral, fosil , laporan dan peta memerlukan tempat untuk penganalisaan dan penyimpanan, sehingga pada tahun 1928 Dienst van den Mijnbouw membangun gedung di Rembrandt Straat Bandung.

Museum ini didirikan pada tanggal 16 Mei 1928. Museum ini direnovasi dengan dana bantuan dari JICA (Japan International Cooperation Agency). Museum Geologi letaknya di Jalan Diponegoro, tidak jauh dari Gedung Sate. Dari sini dapat diperoleh berbagai informasi yang berhubungan dengan masalah kegeologian. Di antara benda-benda yang menjadi koleksinya adalah fosil tengkorak manusia pertama di dunia , fosil-fosil kerangka binatang pra-sejarah, batu bintang seberat 156 kg yang jatuh pada 30 Maret 1884 di Jatipelangon, Madiun. Sebagai sebuah monumen bersejarah, museum ini dianggap sebagai peninggalan nasional dan berada di bawah perlindungan pemerintah. Museum ini menyimpan dan mengelola materi geologi yang berlimpah, seperti fosil, batuan, mineral, yang dikumpulkan selama kerja lapangan di Indonesia sejak 1850.
Buka Setiap hari dari pukul 9.00 sampai Pukul 15.00 Kecuali Hari Jum'at Libur dan hari libur nasional
Mengenai tarif, museum yang diresmikan tahun 1929 oleh pemerintah Hindia Belanda ini menerapkan biaya Rp 2.000 untuk umum dan Rp 1.500 untuk pelajar. Bila datang dengan rombongan, pelajar hanya dikenai Rp 1.000. MGB buka dari Senin hingga Kamis antara jam 09.00-15.00 WIB, sedangkan Sabtu dan Minggu setiap pukul 09.00-13.00 WIB. Khusus hari Jumat dan hari libur nasional tutup untuk keperluan merawat benda-benda koleksi di dalamnya.



Museum Konferensi Asia Afrika

Museum Konferensi Asia Afrika merupakan salah satu museum yang berada di kota Bandung. Terletak di Jl.Asia Afrika No.65. Museum ini merupakan memorabilia Konferensi Asia Afrika. Museum ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan Gedung Merdeka. Secara keseluruhan Gedung Merdeka memiliki dua bangunan utama, yang pertama disebut Gedung Merdeka sebagai tempat sidang utama, sedangkan yang berada di samping Gedung Merdeka adalah Museum Konferensi Asia Afrika sebagai tempat memorabilia Konferensi Asia Afrika.

Indonesia merupakan  tuan rumah dan pemakarsa kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika pada 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka Kota Bandung. Dalam pertemuan yang dihadiri 29 negara tersebut dicapai suatu kesepakatan yang dikenal dengan Dasa-Sila Bandung. KTT Asia-Afrika menunjukan Indonesia pernah memiliki pengaruh yang sangat kuat di mata negara-negara Asia dan Afrika.
Gedung yang merupakan saksi bisu penyelenggaraan KAA tersebut  hingga kini masih berdiri kokoh di Jalan Asia-Afrika no. 65 Bandung. Mulai dibangun pada awal 1900an berdasarkan rancangan dua arsitek berkebangsaan Belanda yaitu Van Gaken Last dan C.P. Wolff Schoemaker dengan gaya arsitektur Art Deco. Awalnya gedung tersebut bernama SociĆ«teit Concordia. Dipergunakan sebagai tempat rekreasi oleh sekelompok masyarakat Belanda yang berdomisili di kota Bandung dan sekitarnya. 

Paska penyelenggaraan KAA tahun 1955 Gedung Merdeka telah beberapa kali mengalami alih fungsi. Kini selain difungsikan sebagai tempat pertemuan bertaraf Internasional, Gedung Merdeka juga berfungsi sebagai Museum yang memiliki banyak koleksi bersejarah. Selain memiliki koleksi foto-foto pelaksanaan KAA, Museum KAA juga memiliki sebuah perpustakaan dan sebuah ruang audio visual yang memiliki koleksi film-film dokumenter mengenai kondisi dunia hingga tahun 1950-an, Konferensi Asia Afrika dan konferensi-konferensi lanjutannya, serta film-film mengenai kondisi sosial, politik, dan budaya dari negara-negara di kedua kawasan tersebut.

Memasuki Museum Asia-Afrika, anda akan menemui sebuah aula yang dahulu digunakan sebagai tempat konferensi. Aula ini terbuka bagi anda yang ingin merasakan atmosfir pelaksanaan KAA 60 tahun silam. Di sini juga terdapat beberapa patung delegasi-delegasi yang mewakili negaranya dalam KAA. Biasanya para pengunjung Museum KAA selalu menyempatkan diri untuk mengabadikan gambar bersama patung delegasi-delegasi KAA.

Selain ruangan dalam Gedung Merdeka yang memiliki nilai historis dan koleksi benda bersejarah, bagian luar Gedung Merdeka juga memiliki keunikan tersendiri. Puluhan tiang bendera yang berderet mengelilingi Gedung Merdeka kerap dijadikan bidikan lensa kamera. Bahkan tak jarang deretan tiang bendera tersebut dijadikan latar sesi pemotretan pra-wedding. 


Museum Mandala Wangsit Siliwangi

Museum Mandala Wangsit Siliwangi yang memiliki areal seluas 4176 m2 dan luas bangunan 1674 m2, menempati sebuah gedung yang pernah digunakan sebagai markas Divisi Siliwangi yang pertama di kota Bandung (Staf Kwartier Territorium III Divisi Siliwangi) pada tahun 1949-1950 yang berlokasi di Oude Hospital Weg (sekarang jalan Lembong No.38 Bandung).
Museum Mandala Wangsit Siliwangi  berisi barang-barang  atau senjata mulai dari panah,keris,kujang , bom Molotov , senapan yang dipakai oleh tentara Siliwangi dalam mengusir penjajah , dan juga cerita sejarah perlawanan rakyat jawa Barat terhadap penjajah  yaitu Bandung Lautan Api pada tanggal  24 Maret 1946 ; juga cerita tentang Letkol Lembong yang jadi korban keganasan Pemberontakan / kudeta Angkatan Perang Ratu Adil ( APRA ).

Museum Pos

Sejalan dengan perjalanan dan perkembangan perusahaan pos, dimana terhitung tanggal 20 Juni 1995 nama dan status perusahaan berubah dari Perusahaan Umum Pos dan Giro menjadi PT. Pos Indonesia (persero), maka nama Museum Pos dan Giro pun berubah menjadi Museum Pos Indonesia. Peran dan fungsi yang dijalankan oleh Museum Pos Indonesia selanjutnya, disamping sebagai tempat koleksi, juga meliputi fungsi sarana penelitian, pendidikan, dokumentasi, layanan informasi, serta sebagai objek wisata khusus.
Tidak banyak yang tahu bahwa di gedung sayap timur dari Gedung Sate yang terkenal itu terdapat sebuah museum yang sudah ada sejak 1931. Inilah Museum Pos Indonesia, dimana kita bisa menikmati perjalanan sejarah layanan pos di Indonesia sejak jaman kolonial hingga Indonesia merdeka. Gedung yang digunakan sebagai museum tersebut dibangun sekitar tahun 1920 oleh arsitek J. Berger dan Leutdsgebouwdienst, dengan gaya arsitektur Italia masa Renaissans. Sejak 1933, gedung seluas 706 meter persegi ini kemudian difungsikan sebagai museum, dengan nama Museum Pos Telegrap dan Telepon (Museum PTT).

Meletusnya Perang Dunia II dan masa Pendudukan Jepang pada 1941 menyebabkan museum dengan koleksi berbagai benda-benda pos dari seluruh dunia ini tidak terurus. Bahkan sejak masa revolusi kemerdekaan hingga awal akhir 1979 Museum PTT makin tak terperhatikan. Baru pada awal 1980, Perum Pos dan Giro membentuk sebuah panitia untuk merevitalisasi museum agar berfungsi kembali sebagai sarana untuk memamerkan koleksi benda-benda pos dan telekomunikasi. Ikhtiar ini membuahkan hasil dengan diresmikannya museum tersebut pada Hari Bhakti Postel ke-38, yakni tanggal 27 September 1983 oleh Achmad Tahir, Menteri Pariwisata dan Telekomunikasi saat itu. Museum ini diberi nama Museum Pos dan Giro, mengikuti nama perusahaan milik pemerintah yang membawahi museum tersebut.

Perubahan nama kembali terjadi di tahun 1995, ketika nama Perum Pos dan Giro berubah menjadi PT Pos Indonesia (Persero). Nama Museum Pos dan Giro kemudian menyesuaikan diri dengan nama baru perusahaan, sehingga menjadi Museum Pos Indonesia. Peran dan fungsi museum ini juga makin berkembang. Tak hanya menjadi tempat memamerkan koleksi, museum ini juga menjadi sarana penelitian, pendidikan, dokumentasi, layanan informasi, serta sebagai obyek wisata khusus.


Museum Sri Baduga

Bagi yang hendak berkunjung, Museum Sri Baduga buka pada hari Senin–Jum’at pukul 08.00–15.00 WIB, Sabtu–Minggu pukul 08.00–14.00 WIB. Sedangkan pada hari-hari libur nasional, museum ini tutup.
Museum Negeri Sri Baduga yang terletak di ruas Jalan B.K.R. 185 Tegallega dan berhadapan langsung dengan Monumen Bandung Lautan Api, dirintis sejak tahun 1974 dengan memanfaatkan lahan dan bangunan bekas kewedanaan Tegallega. Bangunan Museum ini berbentuk suhunan panjang dan rumah panggung khas Jawa Barat yang dipadukan dengan gaya arsitektur modern; adapun bangunan aslinya tetap dipertahankan dan difungsikan sebagai ruang perkantoran. Museum ini memiliki koleksi yang sangat kaya berupa barang-barang seni budaya Jawa Barat yang berhubungan dengan biologi, etnografi, arkeologi, numismatik, filologi, dermatologi, seni murni dan teknologi.
Selain itu terdapat beberapa tempat atau bangunan yang mengandung nilai bersejarah di Kota Bandung ini , dan biasa dijadikan rujukan sebagaimana berwisata di museum; diantaranya :
Gereja Katedral Santo Petrus

Gereja Katedral Bandung, atau Katedral Santo Petrus, adalah sebuah gereja yang terletak di Jalan Merdeka, Bandung, Indonesia. Bangunan ini dirancang oleh Ir. Charles Proper Wolff Schoemaker dan bergaya arsitektur neo-Gothic akhir. Dilihat dari atas, bentuknya menyerupai salib yang simetris. Katedral Santo Petrus mempunyai luas tanah sebesar 2.385 mƂ² dan luas bangunan sebesar 785 mƂ².


Kelenteng Satya Budhi

Kelenteng Satya Budhi adalah bangunan tempat peribadatan yang diresmikan pada tanggal 15 Juni 1855, sudah sangat tua. Kelenteng ini bernama asli Hiap Thian Kiong yang artinya adalah Istana Para dewa, dan merupakan tempat peribatan kaum Tionghoa yang beragama Budha, Thao dan Konghucu, walaupun pada saat itu pemerintahan kolonial Belanda hanya mengakui agama Budha sebagai agamnya orang Tionghoa.


Mesjid Raya Bandung

Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat yang dulu dikenal dengan Masjid Agung Bandung adalah masjid yang berada di Bandung Jawa Barat. Status masjid ini adalah sebagai masjid provinsi bagi jawa barat. Masjid ini pertama dibangun tahun 1810 dan sejak didirikannya, Masjid Agung telah mengalami 8 kali perombakan pada abad ke-19, kemudian 5 kali pada abad 20 sampai akhirnya direnovasi lagi pada tahun 2001 sampai sampai peresmian Masjid Raya Bandung 4 Juni 2003 yang diresmikan oleh Gubernur Jabar saat itu: H.R. Nuriana. Masjid baru ini, yang bercorak Arab, menggantikan Masjid Agung yang lama, yang bercorak khas Sunda.


Monumen Bandung Lautan Api

Monumen Bandung Lautan Api merupakan monumen yang menjadi markah tanah Bandung. Monumen ini setinggi 45 meter, memiliki sisi sebanyak 9 bidang. Monumen ini dibangun untuk memperingati peristiwa Bandung Lautan Api, dimana terjadi pembumihangusan Bandung Selatan yang dipimpin oleh Muhammad Toha.


Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat

Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat merupakan lambang manifestasi dari rakyat Jawa Barat dalam mempertahankan kemerdekaan yang berada di Bandung. Monumen ini melambangkan kegigihan rakyat Jawa Barat menumpas penjajah yang ingin menguasai negara kesatuan Republik Indonesia. Monumen ini berada di Kota Bandung tepatnya sebelah utara Gedung Sate Bandung.


Pondok Pesantren Daarut Tauhid

Daarut Tauhiid, sebuah pesantren dibawah pimpinan KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) yang berpusat di Bandung dan telah memiliki cabang di Jakarta dan Batam.


Pura Agung Wira Loka Natha

Pura Agung Wira Loka Natha merupakan pura tertua yang ada di Bandung Raya. Pendirian pura ini berawal dari gagasan Pusdikarmed (Pusat Pendidikan Artileri Medan) di kota administratif Cimahi, yang ingin mendirikan tempat ibadah semua agama untuk kepentingan ibadah para siswanya. Salah satunya adalah Pura. Jarak dari pusat kota Bandung ke Pura tersebut sekitar 47 km.
ALAMAT MUSEUM
Museum Barli
Jl. Prof. Ir. Sutami 91  Kode Pos : 40152
Telpon: (022) 20118
Museum Geologi
Jl. Dipenogoro No. 57  Kode Pos : 40122
Telpon:  (022)7213822
Museum Konperensi Asia Afrika
Jl. Asia Afrika No. 65  Kode Pos : 40111
Telpon: (022)4233564 / 42
Museum Mandala Wangsit Siliwangi
Jl. Lembong No. 38  Kode Pos : 40111
Telpon: (022)4203393
Museum Negeri Sri Baduga
Jl. BKR No. 185 Bandung   Kode Pos : 40243
Telpon: (022)5210976
Museum Pos Indonesia
Jl. Cilaki No. 73  Kode Pos: 40115
Telpon : (022) 4206195

Tidak ada komentar:

Posting Komentar