Senin, 12 Juli 2010

JANGANLAH KAMU MENGOLOK-OLOK DAN MEMANGGIL DENGAN NAMA YANG JELEK !

HUKUM MENGOLOK-OLOK DAN MEMANGGIL DENGAN NAMA JELEK

Adab pergaulan yang Islami dikehidupan ini sudah mengalami banyak pergeseran, dan pergeseran tersebut sering terjadi sebagai akibat dari kebiasaan melakukan hal-hal yang dianggap remeh dan sepele .
Sebenarnya dari kemarin-kemarin aku ingin menulis tentang ini, namun baru sempat sekarang kulakukan. Tulisan ini berawal dari suatu kejadian yang aku temui pada suatu sore ketika aku asyik jajan gorengan didepan kantor sambil sekedar menonton sepak bola dari beberapa SSB yang biasa latihan di lepangan depan kantor.
Sore itu aku terpaksa menegur seorang anak yang berpenampilan "Wah" namun memiliki tabiat yang Masya Allah perlu banget untuk dibenahi. Si anak tersebut dengan congkak , dengan sombong, dengan angkuh memanggil teman-temannya dengan sebutan dan panggilan yang jauh dari norma Islami : ketika memanggil temannya yang kebetulan kotor badan dan pakaiannya karena kena lumpur saat main sepak bola dengan panggilan "Hai Monyet!" ; ketika memanggil temennya yang postur tubuhnya agak gendut yang kebetulan kotor akan lumpur dengan sebutan " Hai Babi!" ; bahkan memanggil sahabat dekatnya yang kebetulan baru datang " Hai Anjing, kenapa 'lu terlambat! "
Jangankan mereka yang dipanggil ; aku saja yang gak ada hubungannya dengan mereka atau anak-anak tersebut....kuping ini terasa panas mendengar cara panggil anak yang "wah" tersebut.

Sore itu...aku menegurnya ; kukatakan : " Tidak baik kau berlaku seperti itu kepada teman-temanmu ; dan jika kalian ternyata sesama muslim maka itu lebih menyakitkan lagi, artinya kau telah memanggil saudaramu dengan sebutan yang tidak baik. Mengapa kau lakukan seperti itu....??? " ; si anak yang "Wah" tersebut hanya terdiam ; memang aku akui....jujur, tongkrongannya si anak yang "Wah" tersebut memang diatas rata-rata jauh dari teman-temannya yang dipanggilnya dengan sebutan nama binatang tersebut. Tapi apalah artinya tongkrongan "Wah" anak tersebut bila dia memperlakukan saudara-saudara seimannya dengan panggilan yang jelek....bisa jadi Allah kelak akan membalikkan panggilan-panggilan buruk atau jelek terhadap temannya tersebut kepada dirinya kelak diyaumul kiamah , dan bukan hanya panggilan, tapi fisik si "Wah" tersebut dirubah atas kuasaNya seperti dia menyebut teman-temannya atau orang lain tersebut.....Na'udzubillahi min dzalik...
" Kau pernah melakukan sesuatu sehingga akhirnya kau pernah mendapat panggilan atau julukan seperti itu khan...??? " Tanyaku kepada anak yang "Wah" tersebut.
Sejenak dia terdiam namun akhirnya dia mengangguk. " Iya Om...saya dulu pernah dipanggil dan dikata-kata-i dengan sebutan seperti hewan-hewan itu "
Sejenak akupun merenung....inilah hukum sebab akibat yang akan terus bergulir bagai chain reaction.....berputar...dia pernah dikata-kata-i dengan sebutan jelek , maka pas ada kesempatan baik dan dia merasa diatas, dia akan mengata-ngata-i dengan hal yang sama kepada orang lain yang kebetulan ada ikatan emosi , terutama emosi yang negatif.
"Tolong jangan diulang ya....itu hal yang tidak baik , Allah melaknat akan tindakanmu yang seperti itu....memanggil dengan sebutan yang jelek terhadap teman sendiri....bahkan saudara sesama muslim " ujarku sambil menepuk-nepuk pundaknya....
"Percayalah...apa yang Om sampaikan demi kebaikanmu kelak " lanjut kataku sebelum meninggalkan si anak yang "Wah" tersebut.

Berkaitan dengan cerita diatas...ijinkan aku bertholabul ilmi dan bersyiar akan hal tersebut :
Dan Allah berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain.
Boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik daripada mereka yang
mengolok-olok. Jangan pula para wanita mengolok-olok wanita-wanita lain. Boleh
jadi wanita-wanita yang diolok-olok lebih baik daripada para wanita yang
mengolok-olok. Janganlah kalian mencela diri kalian sendiri. Jangan pula kalian
saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman. Siapa saja yang yang tidak bertobat, mereka
itulah orang-orang yang zalim "(QS al-Hujurat[49]: 11).

Ashbablul Nuzul ( sebab-sebab turunya ayat tersebut )
Ahmad menuturkan riwayat dari Abu Jabirah bin adh-Dhahak yang berkata: Nabi saw.
datang kepada kami. Ketika itu tidak ada seorang laki-laki pun di antara kami
kecuali memiliki satu atau dua laqab (julukan). Ketika beliau memanggil dengan
salah satu laqab-nya, kami berkata, " Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia tidak
suka dengan (panggilan) itu" . Lalu turunlah ayat ini.
Riwayat senada juga disampaikan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Tirmidzi.

Tafsir Ayat

Allah Swt. berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang
lain). Seruan ayat ini ditujukan kepada kaum Mukmin secara keseluruhan. Akan
tetapi, yang pertama kali diseru adalah kalangan laki-laki. Kata qawm pada frasa
ini menunjuk kepada laki-laki. Menurut az-Zamakhsyari, al-Razi, al-Alusi dan
an-Nasafi, hal itu karena laki-laki merupakan qawwâm atas urusan para wanita
sebagaimana ditetapkan dalam QS an-Nisaâ [4]: 34. 1.Penunjukan itu makin
dikuatkan dalam frasa sesudahnya yang memberikan perintah yang sama kepada
wanita. Mereka diperintahkan agar menjauhi tindakan as-sukhriyyah (bentuk
mashdar dari kata yaskhar).
Menurut asy-Syaukani dan Ibnu A˜Athiyah, as-sukhriyyah bermakna al-istihza'
(menertawakan). 2. Makna itu dapat dijumpai dalam QS al-An'aam [6]: 10 dan
al-Anbiya'a [21]: 41. Dalam kedua ayat itu, kata as-sukhriyyah dan al-istihza'
digunakan saling menggantikan.
Adapun Ibnu Katsir memaknainya dengan al-ihtiqor wa al-istihza'meremehkan
dan mengolok-olok). 3. Menurut al-Qurthubi, as-sukhriyyah juga bermakna mengumumkan
aib dan kekurangan orang lain untuk dijadikan bahan tertawaan; kadang
diceritakan dengan ucapan, perbuatan, atau isyarat; bisa pula diumumkan atau
ditertawakan dengan perkataan yang biasa digunakan untuk melecehkan.
4.Ditegaskan oleh Abu Hayyan al-andalusi, kendati digunakan bentuk jamak (qawm dan
nisa'a), kandungan ayat itu juga berlaku untuk tiap-tiap individu. Penggunaan
bentuk jamak itu seolah-olah ada seseorang yang mengejek atau mengolok-olok
pihak lain dalam suatu majelis, lalu orang-orang lain ikut tertawa dengan
ucapannya; atau dia menyampaikan kepada banyak orang, lalu mereka turut
tertawa. 5.Haramnya tindakan tercela itu dijelaskan dalam hadis. Ibnu Mas'ud
menuturkan bahwa Rasululllah saw. pernah bersabda:
"Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia "(HR Muslim).
Menurut Ibnu Katsir, ghamth an-nâs dalam hadis ini berarti ihtiqâruhum wa
istigha'ruhum (meremehkan dan menyepelakan mereka). Tindakan tersebut termasuk
haram. 6. Ibnu Jarir ath-Thabari menegaskan, hukum itu mencakup semua tindakan yang
termasuk dalam cakupan makna as-sukhriyyah. Karena itu, haram seorang Mukmin
mengolok-olok Mukmin lainnya, baik disebabkan oleh kemiskinan, dosa yang
dikerjakan maupun sebab lainnya.
7. Kemudian Allah Swt. mengingatkan: 'asya an yak'ana khayr[an] minhum (Boleh
jadi mereka yang diolok-olok lebih baik daripada mereka yang mengolok-olok).
Penilaian manusia terhadap manusia bisa jadi salah. Apalagi jika parameter
penilaian itu didasarkan pada hawa nafsu, kekayaan materi, dan kedudukan
duniawi. Karena itu, sangat mungkin seseorang yang dianggap rendah dan remeh
oleh manusia adalah orang yang tinggi dan mulia di hadapan Allah Swt. Dialah
Yang Mahatahu atas segala yang ditampakkan dan disembunyikan manusia.
Setelah menyeru kalangan laki-laki, larangan serupa juga ditujukan kepada para
wanita. Alasannâya pun sama. Allah Swt. berfirman: Wala nisa'an min
nisa'i[n] asya an yakanna khayr[an] minhunna (Jangan pula para wanita
mengolok-olok wanita-wanita lain. Boleh jadi wanita-wanita yang diolok-olok itu
lebih baik daripada para wanita yang mengolok-olok). Walhasil, terhadap sesama
Mukmin, mereka pun dilarang mengolok-olok, meremehkan, menertawakan, dan
merendahkan.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman: Wala talmiza anfusakum (Janganlah kalian
mencela diri kalian sendiri). Wahbah az-Zuhaili memaknainya dengan ath-tha’n
wa at-tanb'ah ila' al-ma'ayib (mencela dan mengingatkan aib); baik dengan
ucapan maupun isyarat; baik dengan tangan, mata atau yang lain. 8. Orang yang gemar
melakukan tindakan tersebut juga diancam oleh Allah Swt. (QS al-Humazah [104]:
1).
Frasa anfusakum menunjukkan bahwa pihak yang dicela itu berasal dari satu jenis,
yakni sesama kaum Muslim. Penyebutan juga mengisyaratkan bahwa kaum Muslim itu
laksana satu jiwa (ka an-nafs al-wâhidah). Karena menjadi satu jiwa, tindakan
mencela atau mengungkit aib saudara seakidah, sama halnya dengan mencela atau
mengungkap aib diri mereka sendiri.
9. Dijelaskan oleh al-Alusi mengenai perbedaan as-sukhriyyah dengan al-lamz.
As-Sukhriyyah bermakna melecehkan seseorang secara mutlak dalam rangka untuk
ditertawakan di hadapannya. Al-Lamz bermakna mengungkit aib orang lain, sama
saja apakah untuk bahantertawaan atau tidak, di hadapannya atau tidak.
10.Kemudian Allah Swt. berfirman:Wala tana'bazabi al-alqab (Janganlah kalian
saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk). Al-Baghawi menyatakan, an-nabz
dan al-laqab memiliki satu makna, yakni panggilan seseorang bukan dengan nama
yang sebenarnya. Dengan kata lain, keduanya bermakna gelar atau julukan. Meski
demikian, kata nabz khusus digunakan untuk gelar atau julukan yang buruk atau
yang tidak disukai. 11. Ayat ini melarang kaum Muslim saling memanggil dengan
julukan yang buruk atau yang tidak disukai oleh orang yang dipanggil. Bahkan
Imam al-Nawawi menyatakan bahwa para ulama sepakat tentang haramnya memanggil
orang dengan panggilan yang tidak disukai, baik karena sifatnya, ayahnya,
ibunya, atau yang lain.
12. Menurut sebagian ulama, laqab yang dilarang itu adalah yang tidak disukai atau
merupakan celaan. Namun, jika laqab itu sudah menjadi nama person, seperti
al-A'amasy (yang kabur penglihatannya) atau al-A'araj (yang pincang), serta
tidak menyakiti orang yang dipanggil, maka itu dibolehkan. Jika laqab itu
mengandung pujian, benar, dan jujur maka tidak masalah. 13 . Rasulullah saw. juga
menggelari Abu Bakar ra. dengan ash-shiddiq, Umar bin al-Khaththab dengan
al-fâruq,Khalid bin al-Walid diberi gelar sayful-Llâh, Utsman bin Affan dengan
dza' an-narayni (pemilik dua cahaya), dan sebagainya.
Kemudian Allah Swt. berfirman:Bi'asa al-ism al-fusaq ba'da al-'aman
(Seburuk-buruk panggilan ialah [panggilan] yang buruk sesudah iman). Frasa ini
menegaskan bahwa panggilan yang paling buruk adalah menyebut saudaranya seakidah
dengan sebutan fasik, padahal dia sudah bertobat; juga sebutan atau panggilan
lain yang senada, seperti, "Hai Munafik", "Hai Musyrik", "Hai Kafir" ,
"Hai Yahudiâ", "Hai Nasrani" ,dan semacamnya. Padahal mereka
sudah beriman. Frasa bi'asa al-ism (seburuk-buruknya panggilan) menunjukkan
haramnya perbuatan tersebut.
Kesimpulan itu makin dikukuhkan dengan firman Allah Swt. selanjutnya: Waman lam
yatub faulaika hum al-zhaliman (Siapa saja yang tidak bertobat, mereka itulah
orang-orang yang zalim). Bertobat adalah berhenti dari melakukan maksiat.
Ditegaskan dalam frasa ini, siapa pun yang tidak berhenti dari semua perbuatan
tercela, mereka termasuk dalam orang-orang zalim. Penegasan ini menunjukkan
haramnya tiga perbuatan yang dilarang dalam frasa sebelumnya.
Itulah di antara adab bergaul dengan sesama Muslim yang wajib ditaati. Apabila
ketentuan ini ditaati setiap Muslim, benih-benih percekcokan dan perseteruan
kaum Muslim dapat dicegah sejak dini.


Adab Bergaul
Ukhuwah islamiyah merupakan prinsip yang wajib dipegang erat. Agar tidak
berhenti dalam keinginan, harus ada upaya real untuk mewujudkannya. Syariah
telah menetapkan adab bergaul yang dapat merekatkan ukhuwah di antara sesama
Muslim. Ada yang berupa perbuatan yang diperintahkan, seperti menyebarkan salam
dan saling memberi hadiah. Dalam hal ini, Abu Hurairah ra. Menuturkan bahwa
Rasulullah saw. pernah bersabda:

Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, dan tidak beriman hingga
kalian saling mencintai. Maukah kalian saya tunjukkan tentang sesuatu yang jika
kalian kerjakan kalian akan saling mencintai:Sebarkan salam (HR Muslim,
at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dengan redaksi menurut Muslim).

Diperintahkan pula membantu kebutuhan saudaranya dan menghilangkan kesusahannya;
menutupi aibnya; melindungi kehormatan, harta, dan darahnya; menjaga rahasia dan
menunaikan semua amanahnya; menerima permintaan maaf saudaranya; menampakan
wajah berseri-seri ketika bertemu dengan saudaranya; menasihatinya, dan
lain-lain. Semua perintah itu apabila dikerjakan akan dapat menambah
persaudaraan, kecintaan, dan kasih-sayang di antara sesama Muslim.
Ada juga yang berupa perbuatan yang dilarang. Di antaranya adalah yang
digariskan dalam ayat ini. Pertama: dilarang melakukan tindakan yang
mengolok-olok saudaranya. Bagi pihak yang diejek, tindakan tersebut tentu tidak
menyenangkan. Secara naluriah memang tidak ada seorang pun yang senang
ditertawakan, diejek, diremehkan, atau dihinakan orang lain. Terlebih jika
pelakunya tidak lebih baik dari dirinya. Jika tidak bisa menahan diri, dia pun
akan marah dan membalas tindakan serupa. Akibatnya bisa ditebak, percekcokan dan
pertengkaran pun akan terjadi di antara mereka.
Kedua: tidak dibolehkan mencela saudaranya sekalipun celaan itu faktual. Apalagi
celaan itu tidak sesuai dengan kenyataan. Bagi pihak yang dicela, tindakan itu
dapat menimbulkan sakit hati. Celaan itu pun bisa berbuntut pada pertikaian di
antara kaum Mukmin.
Tindakan mengolok-olok dan mencela orang lain berpangkal pada anggapan bahwa
dirinya sempurna, sementara pihak yang diolok-olok atau yang dicela lebih buruk
dan lebih rendah. Padahal anggapan itu belum tentu benar. Bisa jadi orang yang
diolok-olok dan dicela itu lebih baik dan lebih mulia di hadapan Allah Swt.
Dalam pandangan Allah Swt. kemulian didasarkan kepada ketakwaan. Orang yang
paling mulia adalah orang yang paling takwa (QS al-Hujurat [49]: 13.
Ketiga: tidak boleh saling panggil dengan panggilan yang buruk. Laqab (julukan
atau gelar) biasanya diambil dari sifat yang menonjol dan tetap pada seseorang.
Memanggil seseorang dengan sifatnya yang buruk berarti melekatkan sifat itu
secara permanen kepada seseorang. Padahal bisa jadi sifat buruk itu sudah
ditinggalkan dan dikubur dalam-dalam. Tak menutup kemungkinan, dia akan membalas
dengan panggilan senada. Itu pun bisa menjadi benih permusuhan di antara mereka.
Kaum Muslim justru diperintahkan memanggil saudaranya dengan panggilan yang dia
senangi. Rasulullah saw. bersabda:

Ada tiga perkara yang menggambarkan kecintaanmu kepada saudaramu: kamu
mengucapkan salam kepadanya ketika bertemu dengannya; meluaskan tempat untuknya
dalam majelis; memanggilnya dengan nama yang paling disukainya (HR al-Hakim )

Dan Pada akhirnya , semoga tulisan ini berguna dan bermanfaat bagi perbaikan diri kita dan menambah akan rasa keimanan, jika Anda termasuk di antara yang mendambakan terwujudnya ukhuwah islamiyah, amalkan dan sebarkanlah adab bergaul ini.
Wallahu a'lam bishshowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar