Senin, 25 Oktober 2010

Janganlah Engkau Takabur Karena Tawadu’

" Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia mengujinya. Jika ia bersabar, maka Dia memilihnya. Dan jika ia rela, maka Dia mengutamakannya di sisi-Nya ".(Al-Hadist)

Kali ini aku mau menulis tentang suatu sifat yang wajib dimiliki oleh seorang muslim, namun ternyata sifat yang terlihat baik itu ; apabila kita mnengaplikasikan dalam kehidupan secara berlebihan , maka bukanlah kebaikan yang kita peroleh, namun kejelekan yang kita dapat sebagai ganjarannya dimata Allah. Wallahu a’lam bishshowaf…..

Janganlah Engkau Takabur Karena Tawadu’

“Siapa yang merasa dirinya tawadu’, benar-benar dia telah takabbur. Sebab tiadalah dia merasa tawadu’ kalau bukan karena sifat tinggi darinya. Maka kapan saja engkau merasa dirimu tinggi, maka engkau sudah benar-benar takabur.”

Tawadu’ memang suatu sifat terpuji bagi orang-orang saleh. Merendahkan diri (tawadu’) adalah hasil dari ibadah. Merendahkan diri kepada Allah. Merasa kecil dan rendah dihadapan Allah Rabbul ‘Alamin. Kepada sesama hambapun manusia harus tawadu’, tidak angkuh dan ujub karena menjadi hamba Allah yang taat menjalankan ibadah, dan patuh atas semua perintah dan larangan-Nya. Namun merasa dirinya paling tawadu termasuk sifat yang angkuh (kibir). Apalagi bila sifat tawadu’ dipamerkan kepada orang lain, maka jadilah perbuatan ini riya’.

Sifat tawadu perlu dimiliki oleh setiap muslim yang saleh, akan tetapi tempat tawadu’ itu didalam hati. Kalau tawadu itu nampak diluar diri seseorang, itulah akhlakul mahmudah. Karena tawadu’ adalah termasuk akhlak terpuji bagi manusia beriman.

Dalam pergaulan dengan sesama manusia, maka orang pun hendaknya memiliki perasaan tawadu’. Sifat tawadu’ akan menghindari manusia merasa lebih dari yang lain. Merasa lebih paling benar , lebih kaya, lebih berderajat, dan berpangkat, lebih cantik, lebih kuat, dan kelebihan lainnya. Merasa lebih membuat manusia lebih angkuh. Sedangkan keangkuhan itu menurut hadits Rasulullah SAW.: “Al-Kibru batrul haqqi wa gamtun nasi” (Sombong itu menolak kebenaran, dan merendahkan manusia... (HR. Muslim)

Selanjutnya Syekh Ataillah mengatakan: “Bukanlah yang dinamakan tawadu’ itu, apabila orang yang tawadu’ merasakan ia harus berada diatas apa yang ia lakukan. Akan tetapi yang dinamakan tawadu’ adalah orang yang ketika tawadu’ merasakan bahwa dia berada dibawah apa yang ia lakukan.”

Menurut Syekh Asy-Syibli, orang yang merasa dirinya berharga, atau minta dihargai, maka ia bukan orang yang tawadu’. Termasuk disini adalah sifat selama kita masih merasa ada orang yang melebihi dirinya, maka sifat ini termasuk sifat sombong. Sedangkan orang yang tawadu’, umumnya sabar, tidak dendam, jauh dari emosi, pandai menahan diri, tidak tamak, tidak merasa besar dan super, tidak suka mengungkit-ungkit suatu aib, mengolok-olok, dsb.

Hamba Allah yang tawadu’ tidak merasa memiliki kelebihan apapun, tidak merasakan kemuliaan ada pada dirinya . Tawadu’ baginya adalah sifat dan watak yang harus dimiliki oleh setiap muslim namun tidak dipamerkan, jika perlu tidak sampai terbaca oleh oleh orang lain.

Syekh Ataillah mengingatkan: “Hakikat tawadu’ adalah bertawadu’nya seseorang karena melihat keagungan Allah dan sifat-sifat-Nya.”

Sebenarnya tawadu’ itu hanyalah sifat terpuji yang tersimpan dalam hazanah kalbu seorang hamba Allah. Ia tidak menunjukkan sifat-sifatnya itu. Ia hanya meneladani akhlak Rasulullah SAW. Ia sendiri tidak merasa memiliki sifat tersebut, karena yang ia pakai dan tiru adalah sifat Rasulullah SAW.

Syekh Ahmad Ataillah menegaskan: “Tidak ada yang dapat mengeluarkan engkau dari sifat angkuh, kecuali engkau memperhatikan sifat-sifat Allah.”

Kekuasaan Allah adalah segala sifat yang ada pada-Nya. Dia bersifat Maha Kuasa. Selama manusia tidak memperhatikan sifat-sifat dan kemuliaan yang ada pada Allah, selama itu pula ia merasa lebih dari manusia lainnya dan dengan sifat itu ia telah takabur.

Sifat tawadu’ patut dimiliki oleh setiap Muslim, karena sifat itu adalah sifat yang diteladani dari sifat utama Nabi Muhammad SAW. Sifat ini adalah bagian dari Akhlakul Mahmudah.

Nabi Muhammad SAW mengingatkan, “Sesungguhnya Allah SWT telah mewahyukan kepadaku, agar bertawadu’lah kalian, sehingga tak seorangpun menyombongkan dirinya kepada yang lain, atau seorang tiada menganiaya kepada yang lainnya.” (HR. Muslim)[]

Demikian tulisan ini, semoga bermanfaat bagi para pembacanya , dan semoga sebagai hamba Allah , kita bisa mengambil manfaatnya, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar