Senin, 18 Oktober 2010

" Manunggaling Kawulo-Gusthi "

Manunggaling Kawulo – Gusthi

Mengapa sampai ada ungkapan seperti itu? , dan inilah pandanganku mengenai ungkapan tersebut.
Pemikirannya sederhana ; jika kau buat sebuah boneka dengan berdasarkan ilmu yang engkau punya, tentunya engkau akan membuat boneka itu yang memiliki kriteria yang hampir sama sepertimu.Kau akan buat seolah-olah apa yang ada pada dirimu bisa terbiaskan pada bonekamu tersebut . Benar apa tidak ?
Dan jika dibalik produsen boneka tersebut adalah Allah, dan bonekanya adalah kita (manusia) , maka hal serupapun akan dapat kita lihat ; ketika Allah Maha Melihat, maka Allah memberikan sebagian penglihatanNya tersebut kepada kita ; dan Allah Maha mendengar, maka Allahpun memberikan sebagian pendengaranNya kepada kita, dan Allah Maha berkehendak , maka Allahpun memberikan sebagian sifat berkehendaknya kepada manusia; dan seterusnya…dan seterusnya….hingga apa yang jadi Asma’ul HusnaNya terbias dalam diri makhluknya yang bernama manusia ini. Dari sinilah maka manusia itu bisa mencetuskan ungkapan Manunggaling Kawulo –Gusthi .
Dalam perjalanan sejarah manusia , banyak tokoh-tokoh yang akhirnya keblinger , terlalu pongah , terlalu sombong dan angkuh, sehingga mereka menyebut dirinya sebagai Tuhan. ( Dalam hal vonis yang ini , aku sendiri sebagai manusia biasa tidak berani menjatuhkan vonis seperti tersebut kepada tokoh-tokoh yang sempat mengukir sejarah dengan kekelamannya, dikarenakan aku sendiri kurang mengetahui isi hati dari tokoh-tokoh tersebut , dan bagiku sendiri kebenaran hakiki hanya Allah-lah yang pantas memberikan predikatnya )

Manusia dalam Pandangan Islam

Islam juga memandang manusia sebagai suatu maujud yang mempunyai beberapa dimensi, yang penciptaannya dimulai dari materi yang tidak mempunyai kecerdasan, namun setelah meniti perjalanan dan peringkat-peringkat kesempurnaan ia berubah menjadi satu bentuk maujud yang lebih utama dari materi.

Allah Swt menggambarkan penciptaan manusia sebagai berikut:

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain. Maka Mahasuci-lah Allah, Pencipta Yang paling baik" (QS. al-Mukminun:12-14).

Pada ayat di atas, setelah menjelaskan tahapan-tahapan kesempurnaan materi manusia dan sampainya manusia kepada ujung batas potensinya dan menerima ruh mujarrad, Allah Swt berfirman, Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain. Allah Swt menyebut makhluk baru itu dengan makhluk yang lain, yang berbeda dengan dasar ciptaan-ciptaan sebelumnya-yang merupakan ciptaan yang bersifat materi. Maksudnya, ciptaan baru yang berbentuk diri manusia lebih baik dari ciptaan-ciptaan sebelumnya ( Dalam penciptaan manusia mengalami proses pengembangan sehingga menjadikan manusia itu semakin lebih baik…; Anda pernah melihat gambaran Adam sebagai manusia yang pertama ?, bandingkan dengan manusia yang terkini …). Dengan kata lain, lebih sempurna dan terbebas dari materi. Di sini, penciptaan sesuatu yang mujarrad dari sesuatu yang materi dan berubahnya suatu bentuk materi menjadi bentuk mujarrad sungguh sesuatu yang sangat penting dan amat mencengangkan. Pada akhir ayat di atas Allah Swt berfirman, Mahasuci-lah Allah, Pencipta Yang paling baik. Perlu diperhatikan, bahwa Allah Swt menggambarkan penciptaan manusia dengan ungkapan ansya'ânu, yang berarti mencipta dengan tanpa perantara.

Pada ayat yang lain Allah Swt menjelaskan kisah penciptaan manusia sebagai berikut:

"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur" (QS. as-Sajdah:7-9).

Ayat di atas memberi isyarat kepada satu poin penting: Pertama, pada saat ruh manusia hendak ditiupkan, tubuh ini disempurnakan terlebih dulu dan begitu juga kemampuan menerimanya. Kedua, ruh manusia sedemikian penting dan berharganya sampai Allah Swt menisbahkannya kepada Diri-Nya. Maksudnya, ruh itu berasal dari alam yang tinggi dan mujarrad. ( Allah menisbahkan diriNya pada penciptaan ruh…., seperti yang dimaksud dalam ungkapan Manunggaling Kawulo Gusthi ? )

Pada ayat lain Allah Swt juga memberi isyarat kepada dua poin penting di atas:

"Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud" (QS. al-Hijr:29).

Pada ayat ini pun Allah Swt menyebutkan kemampuan dan kelayakan materi sebagai syarat ditiupkannya ruh, dan memperkenalkan bahwa ruh adalah maujud luhur yang dinisbahkan kepada Diri-Nya. Dan disebabkan keistimewaan besar inilah manusia memperoleh kedudukan yang lebih tinggi daripada makhluk lainnya, di mana para malaikat layak bersujud kepadanya. ( Ingatkah Anda bagaimana makhluk lain yang saat itu merasa lebih sempurna yang bernama syeitan tidak mau mengakui akan kelebihan manusia ? )

Dalam ayat lain Allah Swt menyebut ruh manusia sebagai wujud terbaik:

"Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, "Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit" (QS. al-Isra:85).

Pada ayat di atas, Rasulullah saw diperintahkan bahwa dalam menjawab orang yang bertanya tentang ruh mengatakan, bahwa ruh adalah bersumber dari ciptaan khusus Tuhanku, yang tidak melalui tahapan waktu dan tidak membutuhkan perantara.

Berkenaan dengan ayat di atas, Almarhum Allamah Thabathaba'i melakukan pembahasan secara rinci dan mendalam tentang alam amr dan ruh. Beliau mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan ruh dan amr. Dengan meneliti dan membandingkan di antara ayat-ayat tersebut, beliau menarik kesimpulan, bahwa amr yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut adalah perbuatan dan penciptaan Allah Swt yang tidak memerlukan kepada sebab-sebab dan faktor-faktor tabiat, serta tidak memerlukan kepada gerak, proses dan waktu, melainkan tercipta hanya dengan penciptaan takwînî dan semata-mata dengan kata kun (jadilah),

Allah Swt berfirman dalam al-Quran Karim:

"Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah", maka terjadilah ia. Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan" (QS. Yasin:82-83).

Dalam ayat lain Allah Swt berfirman:

"Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti sekejap mata" (QS. al-Qamar:50).

Oleh karena itu, penciptaan dengan satu perintah adalah lebih tinggi dan lebih baik dari penciptaan secara bertahap dan alami, karena tidak memerlukan kepada gerak, potensi dan waktu, melainkan dengan serta merta tercipta. Dengan demikian, maka perkara yang seperti ini sudah tentu terlepas dari materi dan waktu.

Atas dasar itu, Allah Swt memerintahkan kepada Rasulullah saw bahwa dalam menjawab orang yang bertanya tentang ruh cukup dengan mengatakan, ruh itu termasuk kategori amr (perintah), yaitu lebih baik dari materi, gerak dan waktu.[5]

Dari ayat-ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia adalah maujud mulia dan istimewa, karena hakikat dirinya terbentuk dari ruh mujarrad, yang merupakan maujud yang lebih baik dan lebih utama dari materi.

Masalah ke-mujarrad-an diri dan ruh manusia adalah masalah filsafat yang pelik yang membutuhkan pembahasan yang sangat panjang, yang tentunya berada di luar pembahasan tulisan ini. Bagi kalangan yang berminat mengetahui hal ini , mereka dapat merujuk kepada buku-buku filsafat, tafsir dan ilmu kalam.

Keistimewaan-keistimewaan Manusia dalam Al-Quran

Al-Quran Karim memuji dan menyebutkan keistimewaan-keistimewaan manusia. Ayat-ayat berikut memberi isyarat kepada hal itu:

1. Manusia dimuliakan dan diutamakan oleh Allah Swt. Berkenaan dengan hal ini Allah Swt berfirman:

"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan" (QS. al-Isra:70).

Manusia, disebabkan pengaruh penciptaannya yang khusus memiliki kemampuan untuk memahami berbagai macam ilmu, yang para malaikat pun tidak memilikinya. ( Dan bagaimanakah dengan syeitan ? )

Allah Swt berfirman dalam al-Quran:

"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" Mereka menjawab, "Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." Allah berfirman, "Hai Adam, beritahukan kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, "Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (QS. al-Baqarah:31-33).

2. Disebabkan keistimewaan wujudnya maka manusia pantas menjadi Khalifah Allah di muka bumi. Allah Swt berfirman di dalam al-Quran:

"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (QS. al-Baqarah:30).

3. Disebabkan kedudukan yang tinggi ini para malaikat tunduk dan bersujud kepada manusia. Allah Swt berfirman:

"(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Ku-sempurnakan kejadiannya dan Ku-tiupkan ruh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur bersujud kepadanya" (QS. Shad:71-72).

4. Penciptaan manusia sedemikian mengagumkan sehingga ia mampu menggunakan kekuatan akal dan kemampuan fisiknya, serta mengungkap rahasia-rahasia alam dan menundukkannya untuk kepentingan dirinya.

Allah Swt berfirman:

"Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi" (QS. al-Hajj:65).

Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman:

"Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi" (QS. Luqman:20).

Allah Swt juga berfirman:

"Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya" (QS. al-Jatsiyah:13).

Allah Swt berfirman:

"Dan Dia-lah Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dan karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur" (QS. an-Nahl:14).

5.Pengetahuan Sempurna

Manusia, dari sisi ruh mujarrad memiliki pengetahuan yang sempurna, nurani akhlak, dan pemahaman terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Jika manusia melihat kepada zat dan ruh malakut dirinya dan benar-benar mengenal dirinya, niscaya ia akan menemukan bahwa dirinya berasal dari alam qudrah, alam kemuliaan, alam ilmu, alam rahmat, alam cahaya, alam kebajikan, alam kebaikan, alam keadilan, atau secara umum berasal dari alam kesempurnaan, dan mempunyai kesamaan dan kesesuaian dengan alam tersebut.

Di sini, manusia menemukan alam lain dan memandang ke alam yang lebih utama, serta menyaksikan kesempurnaan mutlak dan cenderung kepada nilai-nilai luhurnya, karena semua itu sesuai dengan maqam tinggi manusia. Manusia mengetahui kesesuaian alam tersebut dengan kebutuhan-kebutuhannya terhadap kesempurnaan, lalu ia berkata, "Saya harus menyempurnakan diri saya dengan perantaraannya, semua ini bermanfaat bagi kesempurnaan zat saya, dan saya harus sampai kepada ketinggian ini ". Ini sebagai bukti bahwa manusi dengan segala kelebihan yang ia punyai, akan memiliki rasa berkeinginan untuk mengetahui segala sesuatu dan menyingkap semua tabir-tabir akan rahasia alam semesta ini.

Seluruh manusia diciptakan sama dalam mengenal nilai-nilai luhur ini dan lawannya. Jika seorang manusia melihat kepada fitrah suci temannya dan juga memperhatikan kecenderungan hawa nafsunya, lalu ia pun mengenal dirinya, niscaya ia akan dapat mengenal nilai-nilai akhlak yang luhur dan begitu juga akhlak-akhlak yang buruk. Namun, ada sekelompok manusia yang kehilangan kemampuan memahami hal-hal yang suci ini, dan itu disebabkan nafsu hewaninya telah memadamkan cahaya akalnya dan menjadikan dirinya sesuatu yang asing. Al-Quran Karim juga menyebut pemahaman dan nurani yang seperti ini sebagai fitrah manusia,

"Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya" (QS. asy-Syams:7-10).

6.Fitrah Tauhid

Manusia mempunyai fitrah mengenal Allah. Manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga secara otomatis ia cenderung kepada Sumber Wujud dan Kekuatan Yang Mahadahsyat, dan tunduk di hadapan kebesaran-Nya. Manakala menghadapi krisis dan kesulitan ia berlindung kepada-Nya. Manusia memiliki kecenderungan kepada agama. Kecenderungan kepada pencarian dan penyembahan Tuhan merupakan sebuah insting yang tertanam pada diri manusia.
Sekelompok cendekiawan menulis, bahwa semua manusia bahkan para penyembah berhala dan kalangan materialis sekalipun, mereka semua tetap akan mempunyai kecenderungan kepada spiritual. Dalam batin mereka, mereka mengakui bahwa diri mereka bergantung kepada sesuatu kekuatan tersembunyi dan dia tunduk di hadapannya. Hati manusia tidak akan merasa tenteram tanpa Tuhan, meskipun dalam menentukan siapa Tuhan terkadang mereka jatuh kepada kesalahan.

Al-Quran juga mengatakan bahwa kecenderungan kepada Tuhan merupakan fitrah manusia:

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS. ar-Rum:30).

Allah Swt juga berfirman:

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Benar, (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keberadaan Tuhan)" (QS. al-A`raf:171).

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata:

"Kemudian Allah Swt mengutus rasul-rasul-Nya dan sederetan nabi kepada mereka agar mereka memenuhi janji mereka terhadap penciptaan Allah, dan agar (para rasul dan nabi) mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat-Nya yang terlupakan dan berhujah kepada mereka dengan tablig, serta membukakan perbendaharaan akal kepada mereka…"[6]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as juga berkata:

"Dan Dia telah menciptakan hati pada fitrahnya, baik pada manusia celaka maupun manusia bahagia."

Al-Quran meyakini bahwa keyakinan dan pengakuan terhadap adanya Tuhan merupakan fitrah manusia. Seluruh manusia, bahkan orang-orang musyrik sekalipun mengakui yang demikian. Oleh karena itu, dalam banyak ayat al-Quran disebutkan bahwa jika orang-orang musyrik ditanya, siapa pencipta langit dan bumi, mereka akan menjawab, Allah yang telah menciptakan. Sebagaimana ayat berikut ini :

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah" (QS. al-`Ankabut:61).

Allah Swt berfirman:

Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah" (QS. al-`Ankabut:63).

Pada ayat lain Allah Swt berfirman:

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah" (QS. Luqman:25).

Dari ayat-ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh manusia pada fitrahnya mengakui keberadaan Allah sebagai Tuhan Pencipta alam ini. Meskipun terkadang di lidah mereka mengingkari-Nya, namun tatkala mereka diterpa cobaan dan kesulitan yang besar sementara semua jalan telah tertutup, maka mereka pun menghadapkan wajahnya kepada Kekuatan Gaib Yang Mahadahsyat dan memohon pertolongan kepada-Nya, dan bahkan mengakui keberadaan Allah dengan lidahnya.

Alhasil, fitrah mengenal Tuhan, fitrah untuk tunduk dan menyembah kepada-Nya telah ditanamkan pada diri manusia. Fitrah dan perasaan yang seperti ini sudah ada pada diri manusia sejak ia masih kecil, namun pada awalnya samar, lalu menjadi sebuah potensi, dan kemudian sedikit demi sedikit menjadi bangkit dan berkembang.

Seorang anak, di dalam dirinya dia merasakan bahwa dirinya butuh dan bergantung, dan secara fitrah dia cenderung kepada Sesuatu Yang dapat menyediakan segala kebutuhannya namun dia belum mempunyai kemampuan untuk menentukan. Terkadang malah sampai ia menyangka ibunya sebagai Kekuatan hebat tersebut.

Imam Muhammad Baqir as meriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda:

"Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, yaitu mengenal bahwa Allah itu Penciptanya. Dan itulah yang dimaksud dengan firman-Nya, Dan sesungguhnya jika kamu tanya kepada mereka, 'Siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi', niscaya mereka akan menjawab, 'Allah'."[8]

Zurarah meriwayatkan:

"Saya bertanya kepada Imam Muhammad Baqir tentang ayat yang berbunyi, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah tersebut. Beliau menjawab, 'Allah Swt telah menciptakan mereka pada fitrah mengenal dan mengetahui bahwa Allah Swt itu Penciptanya. Jika tidak begitu, maka tatkala mereka ditanya siapa Tuhanmu dan siapa yang memberi rezeki kepadamu maka mereka tidak akan bisa menjawab.'"[9]

Perawi yang sama meriwayatkan:

"Saya bertanya kepada Imam Muhammad Baqir tentang ayat yang berbunyi, Dengan hanif kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia, apa yang dimaksud dengan hanafiyyah. Beliau menjawab, 'Yaitu fitrah yang manusia diciptakan atasnya, dan Allah telah menciptakan manusia dalam fitrah mengenal Dia.'"[10]

Rasulullah saw bersabda:

"Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi dan Nasrani."[11]

Abdullah bin Sinan berkata:

"Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as tentang ayat yang berbunyi, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah tersebut, apa yang dimaksud dengan fitrah pada ayat ini? Imam menjawab, 'Fitrah Islam. Pada saat Allah Swt mengambil janji dari mereka Allah Swt menciptakan mereka di atas fitrah tauhid, lalu bertanya, Bukankah Aku ini Tuhanmu? Dan di antara mereka ada yang beriman dan ada yang kafir.'"[12]

`Ala meriwayatkan:

"Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as tentang tafsir ayat, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah tersebut. Beliau menjawab, 'Yaitu tauhid.'"[13]

Imam Ali as berkata:

"Kata ikhlas ialah fitrah."[14]

Dari ayat-ayat Al-quran dan hadis-hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh manusia diciptakan dengan fitrah mengenal Allah dan tauhid. Apakah hal ini yang kemudian tercetus sebagai ungkapan manusia adalah makhluk yang : “Manunggaling Kawulo – Gusthi ? “

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar